






Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
Essay ini berisi tentnag mengapa Indonesia harus segera meratifikasi Konvensi 1951
Typology: Essays (university)
1 / 12
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
“Urgensi Diratifikasinya Konvensi 1951 Tentang Pengungsi Bagi Indonesia” Dosen Pengampu: Dr. Erna Dyah Kusumawati, SH, M.Hum., LL.M. Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas UTS (Ujian Tengah Semester) Hukum Perjanjian Internasional Kelas (J) Disusun Oleh :
Abstrak Konvensi tentang Status Pengungsi menyatakan seorang pengungsi adalah orang yang dikarenakan ketakutan yang beralasan akan persekusi karena alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaannya di dalam kelompok sosial tertentu atau pendapat politiknya dan, tidak ingin untuk memperoleh perlindungan dari Negara tersebut, dan tidak ingin kembali ke Negaranya Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif yaitu untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang Negara yang belum meratifikasi Konvensi 1951 mengenai pengungsi, pentingnya Konvensi tersebut. Alasan menggunakan penelitian diskriptif untuk memaparkan segala sesuatu yang menjelaskan pentingnya Konvensi 1951 mengenai pengungsi terhadap setiap Negara di Dunia. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa Konvensi Pengungsi 1951 dianggap penting untuk diratifikasi karena merupakan konvensi internasional pertama yang mencakup aspek terpenting kehidupan pengungsi. Selain itu, alasan Indonesia belum meratifikasi ada dua alasan Dalam alasan secara yuridis, Indonesia masih merasa keberatan untuk meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dikarenakan ada beberapa pasal yang dinilai terlalu memberatkan untuk dilaksanakan yaitu Pasal 17 yang berisi Hak untuk bekerja bagi para pengungsi, Pasal 21 yaitu Hak untuk mempunyai rumah, Pasal 22 mengenai Hak untuk memperoleh pendidikan, dan Pasal 4 yaitu Hak untuk kebebasan beragama. Berikutnya alasan secara non yuridis, yaitu ada ketentuan non yuridis yang dijadikan bahan pertimbangan juga bahwa pemerintah Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 tersebut. Kata Kunci: Konvensi Pengungsi 1951, Urgensi, Ratifikasi
Persoalan muncul ketika pemerintah tidak tanggap dalam menangani para pengungsi ataupun pencari suaka itu. Penentuan status dilakukan oleh UNHCR yang memakan waktu yang lama. Sehingga dalam waktu menunggu itu terjadi indikasi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) seperti perlakuan buruk termasuk serangan fisik, penahanan terhadap pencari suaka dalam waktu yang panjang dan tanpa alasan yang sah dan prosedur interogasi yang kasar. Menurut Komnas HAM jika Indonesia meratifikasinya setidaknya Indonesia mendapat beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut seperti pertama, pemerintah dapat menentukan sendiri status para pengungsi dan pencari suaka. Kedua, pemerintah dapat mendapat bantuan dan kerjasama internasional terkait penguatan kapasitas nasional dalam penanganan pengungsi dan pencari suaka. Ketiga, mencegah para pembonceng yang memiliki motif yang berbeda. Pembonceng itu biasanya terkait dengan kegiatan pidana seperti human trafficking. Aturan yang diterapkan kepada para pengungsi yang ada di Indonesia sampai saat ini adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pengkategorian menurut mereka sebagai orang asing yang melanggar hukum menurut keimigrasian Indonesia adalah yang tidak diinginkan keberadaannya di Indonesia. Oleh karena itu, mereka harus ditolak untuk masuk ke Indonesia.^3 Sejatinya undang-undang tersebut masih belum mencakup masalah penanganan pengungsi. Dapat dikatakan Indonesia masih belum ada instrumen hukum yang mengatur dalam masalah penanganan pengungsi yang masuk di Indonesia. Oleh karena permasalahan tersebut, penulis ingin melakukan penelitian dengan judul … supaya mengetahui bagaimana Urgensi Diratifikasinya Konvensi 1951 dan Protokol 1967 Tentang Pengungsi bagi suatu Negara. Selain itu, penulis juga ingin mengetahui apa alasan Pemerintah Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Pengungsi. RUMUSAN MASALAH
perpustakaan. Penelitian ini hanya ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis dan dibantu dengan doktrin-doktrin hukum yang diperoleh dari dokumen media elektronik atau internet, brosur dan buku-buku ilmiah guna mengetahui permasalahan dalam penulisan ini, tipe penelitian bersifat deskriptif analitis, Sumber bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum melalui studi pustaka dan selanjutnya dianalisis menggunakan metode kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Urgensi Diratifikasinya Konvensi 1951 dan Protokol 1967 Tentang Pengungsi bagi suatu Negara Konvensi 1951 menyusun standar minimum bagi perlakuan terhadap hak-hak para pengungsi. Pada Konvensi juga menetapkan sebuah status hukum dari pengungsi tersebut serta juga mencantumkan berbagai ketentuan mengenai hak-hak dari para pengungsi. Dalam Konvensi 1951, mendefinisikan pengungsi sebagai seseorang yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan keanggotaan partai politik tertentu, berada diluar Negara kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari Negara tersebut.^4 secara ringkas, dapat juga diartikan sebagai sekumpulan orang yang dengan terpaksa memutuskan hubungan dengan negara aslinya atau asalnya dikarenakan timbulnya perasaan takut ataupun mengalami penindasan. Alasan rasa takut serta penindasan inilah yang dapat membedakan antara pengungsi dengan imigran lainnya yang ada di suatu negara. Oleh karena itulah, situasi yang berat dari pengungsi inilah yang mendasarkan mengapa konvensi ini harus dijalankan serta diratifikasi oleh suatu negara dengan berdasarkan alasan kemanusiaan. Konvensi 1951 tentang Pengungsi mencantumkan daftar hak dan kebebasan asasi yang sangat dibutuhkan oleh pengungsi. Negara peserta Konvensi wajib melaksanakan hak-hak dan kewajiban tersebut. Namun, sebelum melaksanakan hak dan kewajiban bagi para pengungsi yang tercantum di dalam konvensi ini, Terdapat tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan oleh negara pihak. Pertama, pengungsi yang masuk ke suatu negara tanpa dokumen lengkap mereka tidak akan dikenakan hukuman, selama mereka secepat- cepatnya melaporkan diri kepada pihak-pihak berwenang setempat. Biasanya di setiap negara terdapat processing centre sendiri yang tidak dicampur dengan karantina imigrasi walaupun keduanya diurus oleh instansi yang sama yang khusus menangani orang asing. Kedua, adanya larangan bagi para pihak untuk mengembalikan pengungsi atau mereka (^4) http://www.unhcr.org/ diakses pada tanggal 20 Oktober 2022
a. Hal tersebut menunjukan komitmennya untuk memperlakukan pengungsi sesuai dengan standar hukum dan humaniter yang diakui secara internasional; b. Dapat memberikan sebuah kemungkinan bagi pengungsi untuk menemukan keamanan; c. Dapat membantu menghindarkan pertikaian antar Negara menyangkut aturan pengungsi, memberikan suaka adalah tindakan yang lebih mengarah pada hal yang bersifat damai, kemanusiaan dan hukum dan bukan merupakan tindakan yang mengancam dan harus dapat dipahami seperti demikian oleh Negara asal pengungsi; d. Hal tersebut memperlihatkan kesediaan untuk berbagi tanggung jawab dalam melindungi pengungsi dan membantu UNHCR untuk memobilisasi dukungan dalam perlindungan terhadap pengungsi. Selain 4 hal tersebut, suatu negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi para pengungsi ketika mereka memasuki wilayahnya. Negara tuan rumah wajib memberikan perlindungan agar tidak terjadi pelanggaran HAM terhadap pengungsi. Meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Pengungsi dilakukan sebagai jaminan bagi para pengungsi untuk diberikan perlindungan, penghormatan, serta pemenuhan HAM bagi mereka. Meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 dapat memberikan solusi bagi negara untuk menyelesaikan permasalahan dalam menangani masalah yang terkait dengan pengungsi. Setelah meratifikasi konvensi tersebut, negara diberikan hak untuk menentukan status pengungsi. Sehingga negara dapat menentukan status pengungsi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Serta hal lain yang tidak kalah penting ialah negara dapat memperoleh bantuan serta kerjasama internasional dalam mengatasi permasalahan pengungsi. Artinya beban untuk mengatasi permasalahan pengungsi tidak ditanggung oleh negara sendiri.
2. Alasan mengapa Indonesia belum meratifikasi Konvensi tahun 1951 dan Protokol 1967 tentang Pengungsi Terdapat beberapa alasan mengapa Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi tahun 1951, yang dapat dikelompokkan menjadi dua macam yakni alasan yuridis dan alasan non yuridis. Dalam alasan secara yuridis, Indonesia masih merasa keberatan untuk meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dikarenakan ada beberapa pasal yang dinilai terlalu memberatkan untuk dilaksanakan. Yang pertama, Pasal 17 yang berisi Hak untuk bekerja bagi para pengungsi dan Pasal 21 yaitu Hak untuk mempunyai rumah. Pada pasal 17 yang berisi “ The Contracting State shall accord to refugees lawfully..., as regards the right to engage in wage-earning employment ”, pasal tersebut menuntut negara
penganut Konvensi tersebut untuk memberi pekerjaan bagi para pengungsi, hal ini dinilai membebani pemerintah Indonesia, mengingat Indonesia masih termasuk dalam negara berkembang dan memiliki angka pengangguran yang cukup tinggi, pendapatan perkapita dari penduduk Indonesia sendiri juga dinilai masih cukup jauh dari kata layak. Pasal 21 yang berisi “ As regards housing, the Contracting States, in so far as the matter is regulated by laws or regulations or is subject to the control of public authorities, shall accord to refugees lawfully staying in their territory treatment as favourable as possible and, in any event, not less favourable than that accorded to aliens generally in the same circumstance ”, dalam pasal tersebut memuat ketentuan untuk memberikan rumah bagi para pengungsi, hal ini juga dirasa sangat berat untuk dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Angka kemiskinan di Indonesia juga cukup tinggi, disamping itu juga banyak daerah-daerah tertinggal di Indonesia yang masih membutuhkan pembangunan yang mumpuni dari pemerintah pusat, maka dari itu jika pemerintah membuat kebijakan dalam hal memberikan fasilitas berupa rumah bagi para pengungsi dinilai sangat tidak tepat dan masih jauh dari kondisi Indonesia sebagai negara berkembang. Terdapat ketentuan lain dari beberapa Pasal Konvensi Pengungsi 1951 yang masih bisa dipertimbangkan jika dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia, tetapi ketentuan tersebut juga bisa menimbulkan efek samping berupa kesenjangan bagi masyarakat Indonesia apabila dilaksanakan. Ketentuan yang dimaksud ada pada Pasal 22 mengenai Hak untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 4 yaitu Hak untuk kebebasan beragama. Bentuk perwujudan hak untuk memperoleh pendidikan bagi pengungsi yang diatur dalam Pasal 22, pemerintah Indonesia sebenarnya dapat mewujudkannya. Mengambil contoh, untuk beberapa pengungsi anak-anak yang bermukim di Cianjur Jawa Barat, ada beberapa dari mereka yang sudah mendapatkan pendidikan dasar di daerah tersebut, tetapi hanya sampai tingkatan Sekolah Dasar. Tetapi kebijakan untuk memberikan pendidikan kepada pengungsi hingga jenjang menengah atau bahkan hingga perguruan tinggi sangatlah tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, mengingat masyarakat Indonesia yang mampu memperoleh pendidikan hingga perguruan tinggi juga tidak banyak, dan juga angka pendidikan yang cukup mahal. Terkait pelaksanaan Pasal 4 yang membahas tentang Hak untuk kebebasan beragama bagi para pengungsi, pemerintah Indonesia juga dapat menjalankan ketentuan tersebut, tetapi untuk melaksanakannya terdapat beberapa hal yang harus ditelaah. Pertama, Indonesia hanya mengakui enam agama kepercayaan, jika melaksanakan ketentuan tersebut ada agama atau keyakinan yang dianut oleh para pengungsi dan agama tersebut
negara asalnya, pemerintah Indonesia tidak menghukum mereka karena telah melakukan tindakan pelanggaran keimigrasian, dan pemerintah Indonesia juga tidak membeda- bedakan mereka atau mendiskriminasi mereka di kalangan para pengungsi dan pencari tempat tinggal. Sementara itu jika Indonesia meratifikasi konvensi 1951, beberapa pihak berpendapat bahwa tindakan tersebut akan menambah kewajiban bagi Indonesia, sedangkan manfaat dari ratifikasi konvensi tersebut masih menjadi kontroversi, memang beberapa pihak setuju akan ada beberapa manfaat dari ratifikasi konvensi tersebut, tetapi letak keseimbangan antara manfaat yang diperoleh dibandingkan dengan kewajiban yang tentunya bertambah juga masih dipertanyakan. KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Konvensi Pengungsi 1951 dianggap penting untuk diratifikasi karena merupakan konvensi internasional pertama yang mencakup aspek terpenting kehidupan pengungsi. Untuk standar minimum hak yang diperoleh meliputi:
pengungsi, Pasal 21 yaitu Hak untuk mempunyai rumah, Pasal 22 mengenai Hak untuk memperoleh pendidikan, dan Pasal 4 yaitu Hak untuk kebebasan beragama. Alasan lain mengapa Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 adalah selain adanya norma hukum nasional berupa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, bahwa pemerintah Indonesia sudah mempersiapkan suatu Rancangan Peraturan Presiden yang masih berupa Naskah Akademik dan masih belum ada diskusi dengan DPR untuk tahap lanjutan yaitu proses legislasi dari rancangan tersebut. Berikutnya alasan secara non yuridis, yaitu ada ketentuan non yuridis yang dijadikan bahan pertimbangan juga bahwa pemerintah Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa pihak yang tidak mendukung bahwa Indonesia harus meratifikasi konvensi ini, secara umum opini para pihak tersebut yang pertama mereka beropini bahwa “konvensi 1951 tentang pengungsi adalah produk lama”, karena konvensi tersebut ditandatangani pada tahun 1951 dan pada awalnya konvensi tersebut dibuat hanya untuk menangani peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum tanggal 1 Januari 1951 yang terjadi di eropa, Konvensi 1951 tersebut lebih difokuskan untuk menangani masalah residu dari Perang Dunia ke II. SARAN Pemerintah sebaiknya segera meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967 karena sangat penting bagi jaminan penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan HAM para pengungsi dan pencari suaka. Di samping itu, upaya meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967 tersebut dapat menjadi solusi atas jalan buntu yang dihadapi pemerintah dalam menangani pengungsi dan pencari suaka yang jumlahnya terus bertambah. Langkah meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967 memberikan kesempatan lebih besar bagi Pemerintah Indonesia untuk terlibat langsung dan berkontribusi sesuai dengan kepentingan nasional dalam penanganan pengungsi dan pencari suaka.