







Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
Mazhab Hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum yang berkembang di negara-negara yang berada di benua Eropa daratan setelah runtuhnya kekaisaran Romawi yang diikuti dengan berkembangnya rasionalisas (otonomi logika) masyarakat Eropa pada saat itu, yang didasarkan atas hukum Romawi yang disebut dengan Civil Law.
Typology: Lecture notes
1 / 13
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
Pada pertemuan ini akan dijelaskan hal-hal yang terkait dengan sejarah perkembangan hukum. Setelah menyelesaikan perkuliahan pada pertemuan ini mahasiswa mampu memahami secara mendalam tentang perkembangan mazhab- mazhab hokum. B. URAIAN MATERI Sejak awal abad Pertengahan sampai abad ke XII, hukum Inggris dan Hukum Eropa Kontinental masuk ke dalam bilangan sistem hukum yang sama, yaitu hukum Jerman. Hukum tersebut bersifat feudal baik substansinya maupun prosedurnya. Satu abad kemudian setelah ada perubahan situasi. Hukum Romawi yang merupakan hukum materil dan hukum Kanonik yang merupakan hukum acara telah mengubah kehidupan di Eropa Kontinental. Adapun di Inggris terlepas dari pengaruh tersebut. Di negeri itu masih berlaku rakyat Inggris. Saat dikotomi itu terjadi dapat ditentukan secara tepat, yaitu pada masa pemerintahan Raja Henry II.^26
1. Perkembangan Mazhab Hukum Eropa Kontinental. Mazhab Hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum yang berkembang di negara-negara yang berada di benua Eropa daratan setelah runtuhnya kekaisaran Romawi yang diikuti dengan berkembangnya rasionalisas (otonomi logika) masyarakat Eropa pada saat itu, yang didasarkan atas hukum Romawi yang disebut dengan Civil Law. Kenapa disebut Civil Law , karena pada mulanya Hukum Romawi pada mulanya bersumber pada sebuah karya agung Kaisar Iustinianus yaitu :Corpus Iuris Civilis.^27 Namun demikian warisan hukum Romawi tetap dipertahankan pada abad ke 15 dengan kumpulkannya hukum- hukum Romawi di tempat ke dalam suatu kodifikasi hukum yang disebut dengan CORPUS JURIS CIVILIS / CODEX JUSTIANUS ROMAWI atau yang disebut (^26) Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2011). Hlm 223 (^27) Ibid.
dengan ROMAN CIVIL CODE. Dilanjutkan pada abad ke 18 (1805) pada saat terjadi Revolusi Perancis dengan dibentuk suatu kodifikasi hukum yang disebut dengan CODE CIVIL DES FRANCAIS/CIVIL CODE NAPOLEON dan B.W (BURGELIJK WETBOOK). Penerapan sistem hukum tersebut di Perancis dianggap berhasil di Eropa dan pada akhirnya diikuti oleh beberapa negara di Eropa daratan diantaranya Jerman dan Belanda. Yang pada akhirnya pada saat Belanda menjajah Indonesia sistem hukum tersebut dibawa dan diterapkan di Indonesia.^28 Dalam sistem hukum yang disebut mazhab continental, hukum ditanggapi sebagai terjalin dengan prinsip-prinsip keadilan: hukum adalah undang-undang yang adil. Pengertian hukum ini serasi dengan ajaran filsafat tradisional, di mana pengertian hukum yang hakiki berkaitan dengan arti hukum sebagai keadilan. Hukum ialah ius atau recht. Bila suatu hukum yang konkrit, yakni undang-undang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan, maka hukum itu sudah tidak bersifat normatif lagi, dan sebenarnya tidak dapat disebut hukum lagi. Undang- undang hanya hukum bila adil. Dengan kata teknis : adil merupakan unsur konstitutif segala pengertian tentang hukum.^29 Hukum Romawi yang merupakan sumber dari sistem civil law telah menempuh sejarah yang panjang untuk sampai kepada tingkat perkembangan yang tinggi. Semua itu bermula dari penemuan Corpus Iuris Civilis. Kodifikasi itu merupakan puncak pemikiran hukum Romawi yang sudah ratusan tahun. Sebenarnya kodifikasi tersebut merupakan suatu kompilasi kasus-kasus yang diselesaikan di Romawi bagian barat. Corpus Iuris Civilis tidak diundangkan di kekaisaran Romawi Barat. Orang-orang Romawi dengan kejeniusannya dalam membangun institusi dan akal sehatnya yang praktis dapat menghasilkan penyelesaian yang memuaskan atas masalah-masalah hukum yang dihadapkan kepada mereka. Penyelesaian itu diselesaikan dengan merujuk kepada hukum yang diberlakukan oleh kekaisaran itu. Hukum tersebut merupakan pencerminan perkembangan politik, ekonomi, dan kehidupan sosial yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang maju secara ekonomi dan budaya.^30 (^28) C.S.T. Kansil, Et.Al. Pengantar Ilmu Hukum , (Bandung: Alumni, 2005). Hlm…. (^29) Theo Huijbers, Filsafat Hukum. (Jogjakarta: Pustaka Kanisius, 1995). Hlm 71 (^30) Op.Cit. Peter Mahmud Marzuki Hlm 224
secara turun temurun yang akhirnya di jadikan hukum yang berlaku wilayah Britania Raya. Inggris pada masa kolonial memiliki wilayah jajahan yang sangat luas terutama di wilayah Amerika dan Asia. Karena itu hukum Anglo Saxon / American dibawa dan diberlakukan oleh Inggris di negara-negara jajahannya yang saat ini tergabung dalam negara-negara persemakmuran ( commonwealth ).^32 Hukum Anglo Saxon adalah hukum yang dikembangkan di Inggris yang didasarkan atas hukum asli rakyat Inggris yang disebut Common Law. Common Law dianut oleh suku-suku Anglika dan Saksa yang mendiami sebagian besar Inggris sehingga disebut juga dengan Anglo-Saxon. Suku Scott yang mendiami Skotlandia tidak menganut sistem hukum itu. Meskipun berada di tanah Inggris mereka menganut sistem civil law.^33 Sistem hukum Anglo-saxon mengutamakan “ the rule of law ”. “ The rule of law ” harus ditaati, bahkan juga bila tidak adil. Sikap ini serasi dengan ajaran aliran-aliran filsafat empiris. Menurut filsafat itu hukum, entah tertulis atau tidak tertulis, adalah peraturan-peraturan yang diciptakan oleh suatu bangsa selama sejarahnya, dan yang telah bermuara pada suatu perundang-undangan tertentu dan suatu praktek pengadilan tertentu. Hukum adalah undang-undang ( lex/wet ). Adil tidak merupakan unsure konstitutif pengertian hukum.^34 Bahwa adil tidak termasuk pengertian hakiki suatu tata hukum tidak berarti suatu bentuk tata hukum dapat dibentuk begitu saja. Memang jelas bahwa suatu tata hukum harus dibentuk dengan tujuan keadilan. Oleh sebab itu diterima juga, bahwa pembentukan suatu tata hukum berpedoman pada prinsip-prinsip umum tertentu, yakni prinsip-prinsip yang menyangkut kepentingan suatu bangsa. Prinsip-prinsip yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut diambil dari keyakinan-keyakinan yang hidup dalam masyarakat tentang suatu kehidupan yang adil dan baik.^35 Pokok-pokok pendekatan kaum realism Amerika menurut Karl Lewellyn yang dikutip oleh R.W.M. Dias dalam bukunya “ Jurisprudence ”. Adalah sebagai berikut :^36 (^32) Op.Cit. C.S.T. Kansil. (^33) Op.Cit. Peter Mahmud Marzuki. (^34) Op.Cit. Theo Huijbers,. Hlm 68 (^35) Ibid. Theo Huijbers. Hlm 69 (^36) Darji Darmodihardjo dan Sidharta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006). Hlm 136
a. Hendaknya konsep harus menyinggung hukum yang berubah-ubah dan hukum yang diciptakan oleh pengadilan. b. Hukum adalah alat-alat untuk mencapai tujuan-tujuan sosial. c. Masyarakat berubah lebih cepat dari hukum dan oleh karenannya selalu ada kebutuhan untuk menyelidiki bagaimana hukum itu menghadapi problem- problem sosial yang ada. d. Guna keperluan studi, untuk sementara harus ada pemisahan antara is dan ought. e. Tidak mempercayai anggapan bahwa peraturan-peraturan dan konsep- konsep hukum itu sudah mencukupi untuk menunjukan apa yang harus dilakukan oleh pengadilan. Hal ini selalu merupakan masalah utama dalam pendekatan mereka terhadap hukum. f. Sehubungan dengan butir di atas, mereka juga menolak teori tradisionil bahwa peraturan hukum itu merupakan factor utama dalam mengambil keputusan. g. Mempelajari hukum hendaknya dalam lingkup yang lebih sempit, sehingga nyata. Peraturan-peratutan hukum itu meliputi situasi-situasi yang banyak dan berlain-lainan, oleh karena itu ia bersifat umum, tidak konkret, dan tidak nyata. h. Hendaknya hukum itu dinilai dari efektivitasnya dan kemanfaatannya untuk menemukan efek-efek tersebut. Sumber hukum dalam sistem Anglo Amerika adalah “putusan-putusan hakim/pengadilan”.Melalui putusan-putusan hakim yang mewujudkan kepastian hukum, prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan menjadi kaidah yang mengikat umum. Di samping putusan-putusan hakim, kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-peraturan tertulis undang-undang dan peraturan administrasi negara juga diakui, walaupun banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis itu berasal dari putusan-putusan dalam pengadilan. Sistem hukum Anglo Amerika menganut suatu doktrin yang dikenal dengan nama “ the doctrine of precedent/State Decisis ”. Pada hakikatnya doktrin ini menyatakan bahwa dalam memutus suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada dalam putusan hakim lain dari
dasar itulah para ahli hukum di negara-negara skandinavia dalam praktek- prakteknya tidak berkiblat ke mazhab hukum Eropa Kontinental dengan Civil Law - nya, ataupun berkiblat ke mazhab Anglo Saxon/American , akan tetapi hukum diterapkan atas kaidah-kaidah hukum yang sesuai dengan kearifan-kearifan wilayah negaranya masing-masing ( Local Wisedom ). Amerika sevagai bekas jajahan Inggris mengembangkan sistem hukum yang berbeda dari yang berlaku di Inggris masih dalam kerangka sistem Common Law. Di lain pihak perkembangan politik, ekonomi dan teknologi yang terjadi di Amerika\ lebih pesat dari pada yang terjadi di Inggris. Perkembangan demikian menyebabkan terjadinya transaksi dengan negara-negara lain. Hal ini berimplikasi pada banyaknya hukum Hukum Amerika Serikat yang dijadikan acuan atau landasan transaksi yang bersifat internasional. Oleh karena itu, sistem common law pada saat ini lazim disebut sebagai sistem Anglo-American.^39
4. Pengaruh Mazhab-mazhab Hukum Terhadap Sistem Hukum Yang Dianut di Indonesia. Pembicaraan mengenai “tata hukum Indonesia” akan berkaitan dengan aturan-aturan hukum yang pernah berlaku dan tetap menjadi hukum, dan aturan yang berlaku sebagai hukum positif. Untuk mengerti dan memahami kedua turan hukum ini dapat dilakukan dengan melihat kembali sejarah dengan sumber- sumber tata hukumnya. Karena itu sebagai mana diuraikan di atas mzahab- mazhab hukum dalam perkembangannya terdapat dua mazhab yaitu Mazhab Anglo – Saxon dan Eropa Kontinental , walaupun dalam prakteknya terdapat beberapa sistem hukum dalam suatu negara yang tidak bermazhab akan tetapi mengembangkan hukum sendiri sesuai dengan kearifan-kearifan lokal di negaranya. Suatu perbandingan antara dua kecenderungan dalam pemikiran hukum, metode dan praktek yang dengan cara yang sangat umum dilukiskan sebagai ilmu hukum Anglo-Saxon dan Eropa Kontinental jelas sangat penting. Teori hukum tidak dapat mencapai tujuannya yang pokok, bayangannya sendiri, tanpa timbul di luar batas-batas yang berat sebelah dari pendidikan hukum : jika praktisi (^39) Op.Ci t. Peter Mahmud Marzuki. Hlm 224
menghadapi pertentangan dalam Undang-Undang, ia harus harus membandingkan pengertian mengenai hukum dan lembaga-lembaga hukum dari bangsa-bangsa yang berbeda; suatu sistem hukum internasional yang dapat dipakai, harus menggabungkan metode-metode dan pandangan sustem-sistem hukum nasional yang berbeda. Krisis dan perjuangan dunia saat ini memaksa kita mengambil cadangan atas bantuan atau kekaburan di mana sistem-sistem hukum yang berbeda-beda dapat menciptakan kerjasama internasional. Sebaliknya hubungan budaya, ekonomi, militer dan politik yang lebih erat diantara demokrasi- demokrasi barat menciptakan pengertian timbale balik yang lebih baik dari lembaga hukum dan pola-pola berfikir merupakan suatu persoalan akan arti penting praktis.^40 Antara hukum Inggris dan Hukum Amerika terdapat banyak perbedaan hukum yang bersifat fundamental. Dengan demikian maka ada perbedaan- perbedaan antara sistem-sistem Eropa yang penting. Walaupun demikian, ada kemungkinan mempertentangkan dalam arti kata yang luas, Hukum Eropa dengan hukum Anglo Saxon/America. Perkembangan historis menekankan pada perbedaan luar. Hukum Inggris, karena keadaan-keadaan geografis dan perkembangan politis serta sosial yang terus-terus menerus, dengan pesat perkembangan menurut garis besarnya sendiri, dan pada waktunya menjadi dasar perkembangan hukum Amerika. Walaupun hukum Amerika bertambah bebas dalam sistem hukum aktualnya seperti halnya dalam pendekatan pada masalah hukum, dasar yang sama dari dua sistem itu, yakni hukum kebiasaan Inggris dan teori hukum yang dibangun atas sistem lama, masih tetap merupakan suatu kesatuan yang fundamental.^41 Pertentangan-pertentangan ini juga mempengaruhi sistem hukum yang berkembang di Indonesia. Sistem hukum Indonesia sangat dipengaruhi dengan aliran Rechtsvinding. Ini berarti bahwa hakim dalam memutuskan perkara berpegang pada undang- undang dan hukum lainnya yang berlaku di dalam masyarakat secara gebonden vrijheid dan vrije gebondenheid. Tindakan hakim tersebut dilindungi oleh hukum dan misalnya berdasarkan kepada : (a) Pasal 20 AB, yang mengatakan bahwa (^40) W. Friedmann. Teori dan Filsafat Hukum. Hukum dan Masalah-masalah Kontemporer. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994 ). Hlm 161. (^41) Ibid.
Romawi-Jerman ini dengan hukum Romawi, sekalipun ia memang merupakan kelanjutan hukum tersebut. Dalam evolusinya itu hukum Romawi-Jerman kemudian banyak dimasuki oleh unsur yang datang dari luar hukum Romawi.^42 Hukum Romawi-Jerman dibentuk di Eropa benua dan muncul pada abad ke 13 (tiga belas). Kita mengetahui, bahwa abad 14 (empat belas) hingga 17 (tujuh belas) disebut dengan sebagai Masa Kebangunan Kembali atau Renaisance. Pada kurun sejarah itu orang dibangkitkan kegairahannya untuk mempelajari kembali kebudayaan kuno, kebudayaan Yunani dan Romawi. Abad 12 (kedua belas) dan 13 (tiga belas) merupakan masa-masa penggodogan sistem hukum Romawi-Jerman. Pada masa-masa ini tentu kita belum dapat berbicara mengenai kehadiran sistem hukum tersebut sebagai suatu bangunan yang penuh dan lengkap. Kebangunan pengkajian hukum Romawi juga terjadi di dalam lingkungan universitas. Bahan dasar untuk pengajaran hukum terdiri dari hukum Romawi dan hukum Gereja ( Cannon Law ). Di sini dialami juga suatu evolusi. Para glossator mencoba untuk memberi arti kepada Codex Justinianus , yaitu kumpulan aturan yang dihimpun pada masa kaisar Justinianus. Kemudian datang giliran para post glossator pada abad 14 (empat belas). Mereka ini melakukan suatu gerakan penjernihan terhadap hukum Romawi dan banyak membuang hak- hal yang mereka anggap tidak pada tempatnya lagi. Dengan demikian mereka telah menempatkan hukum Romawi ke dalam konteks perkembangan masyarakat pada masa itu. Dilihat dari hukum Romawi itu sendiri, maka gerakan itu telah merusak hukum tersebut. Oleh para post-glossator hukum Romawi dipakai untuk menghadapi perkembangan masyarakat yang baru sama sekali. Cara mereka menyajikan karyanya adalah sistematis dan ini sangat berbeda dengan hukum aslinya yang kasuistik.^43 Di dalam praktek-praktek ilmu hukum, sistem Romawi-Jerman berhubungan dengan aliran legisme hukum. Di mana setelah adanya kodifikasi di negara Perancis yang menganggap bahwa code civil Perancis sudah sempurna, lengkap serta dapat menampung seluruh masalah hukum, maka timbullah aliran lagisme ( wettelyk positivisme ). Aliran ini berpendapat bahwa satu-satunya sumber hukum adalam undang-undang dan bahwa di luar undang-undang tidak ada hukum. Di (^42) Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum. (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 2014). Hlm 246 (^43) Ibid.
sini (aliran legisme hukum) hakim hanya merupakan subsumtie authomat dan pemutus perkara hanya didasarkan kepada undang-undang saja. Karena aliran tersebut dianggap suatu usaha yang baik sekali dengan menghasilkan kesatuan dan kepastian hukum, maka banyak negeri yang mengikuti jejak Perancis seperti Belanda, Belgia, Swiss. Dengan tokok-tokohnya yaitu : Friederich (Jerman) dan van Swinderen (Belanda).^44
6. Sistem Hukum Inggris ( Common Law System ). Setelah kita membaca uraian tentang hukum Romawi-Jerman atau civil law system , maka perbedaan yang sangat menonjol dengan common law system adalah sistem hukum terakhir ini tidak dikembangkan dalam universitasn atau melalui penulisan doktrinal, melainkan oleh praktisi dan proseduralis. Keadaan ini menjelaskan mengapa sistemnya tidak mulai dari prinsip-prinsip hukum melainkan langsung mengenai kaidah-kaidah untuk kasus-kasus konkrit. Pengadilan, khususnya pengadilan kerajaan, memegang saham yang sangat besar dalam sistem hukum Inggris ini. Struktur yang demikian ini sangat berbeda dengan sistem hukum Romawi-Jerman yang memberikan peranan besar kepada pembuat undang-undang dan perundang-undangan. Kaidah-kaidah yang dihasilkan hanya memberikan kerangka dan pedoman bagi pengambilan keputusan saja, sedang pada common law kaidah itu tertuju secara konkrit kepada penyelesaian suatu kasus tertentu. Keluarga common law ini, dengan beberapa kekecualian, meliputi negara-negara yang berbahasa Inggris.^45 Kalau sistem hukum Romawi-Jerman mengakibatkan lahirnya legisme hukum, sedangkan sistem hukum Inggris mengakibatkan freie Rectslehre. Aliran ini bertolak belakang dari legisme hukum. Lahirnya Freie Rechtslehre (1840 M) justru karena melihat kekurangan-kekurangannya aliran legisme hukum yang ternyata tidak dapat memenuhi kebutuhan dan tidak dapat mengatasi persoalan- persoalan baru. Aliran Freie Rechtslehre merupakan aliran bebas yang hukumnya tidak dibuat oleh badan legislatif, dan menyatakan bahwa hukum terdapat di luar undang-undang. Berbeda dengan aliran legisme si mana hukum terikat sekali pada undang-undang, maka hakim dalam Freie Rechtslehre bebas menentukan / (^44) Op.Cit. R. Soeroso. Hlm 255 (^45) Ibid
Darji Darmodihardjo dan Sidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006). R. Abdoel Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. Edisi Revisi. (Jakarta : Rajawali Press, 1993). R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : Sinar Grafika, 2009). Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum. (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 2014). Theo Huijbers, Filsafat Hukum. (Jogjakarta: Pustaka Kanisius, 1995). W. Friedmann. Teori dan Filsafat Hukum. Hukum dan Masalah-masalah Kontemporer. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994).