









Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
File/dokumen ini berisi laporan penelitian hukum keluarga pendekatan perundang-undangan.
Typology: Lab Reports
1 / 16
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
Diajukan untuk Memenuhi Tugas kelompok Mata Kuliah : METODOLOGI PENELITIAN HUKUM KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penyusunan makalah ini dibuat sebagai memenuhi tugas.. Makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya dorongan, bantuan, bimbingan, kritik dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini perkenankanlah penyusun sampaikan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Sebagai manusia biasa tentu tidak luput dari segala kekurangan dan keterbatasan,oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah-makalah berikutnya. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin. Ciamis 18 maret 2021
Penyusun KATA PENGANTAR..................................................... DAFTAR ISI............................................................... BAB I PENDAHULUAN................................................ A. Latar Belakang .............................................................. B. Rumusan Masalah.......................................................... C. Tujuan Pembahasan....................................................... BAB II PEMBAHASAN................................................. A. Definisi pendekatan perundang-undangan .................. B. Jenis dan herarki dalam perundang-undangan............................ C. Contoh Pendekatan perundang-undangan.......................................... BAB III PENUTUP......................................................................................... A. Kesimpulan........................................................................................... DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
Bab II pembahasan A. Defitisi pendekatan perundang-undangan Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang- undangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani (Peter Machmud. 2011: 93). yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Dalam metode penelitian hukum menurut Prof. Dr.Soerjono Soekanto, SH., MA terdiri dari penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis atau empiris. Penelitian hukum normatif terdiri dari penelitian terhadap azas-azas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi hukum dan perbandingan hukum. Sedangkan penelitian hukum sosiologis atau empiris merupakan penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektifitas hukum dalam dinamika sosial kemasyarakatan. Untuk itu hukum
seringkali dihubungkan dengan dinamika kemasyarakatan yang sedang dan akan terjadi.Namun berbeda menurut Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, SH., MS., LLM yang menyatakan bahwa penelitian socio-legal research (penelitian hukum sosiologis) bukan penelitian hukum. Menurut beliau penelitian hukum sosiologis maupun penelitian hukum hanya memiliki objek yang sama, yakni hukum. Penelitian hukum sosiologis hanya menempatkan hukum sebagai gejala sosial, dan hukum hanya dipandang dari segi luarnya saja, dan yang menjadi topik seringkali adalah efektifitas hukum, kepatuhan terhadap hukum, implementasi hukum, hukum dan masalah sosial atau sebaliknya. Untuk itu hukum selalu ditempatkan sebagai variabel terikat dan faktor-faktor non-hukum yang mempengaruhi hukum dipandang sebagai variabel bebas. Dalam Penelitian hukum sosiologis untuk menganalisis hipotesa diperlukan data, sehingga hasil yang diperoleh adalah menerima atau menolak hipotesis yang diajukan. Berbeda menurut beliau dengan penelitian hukum, yang bukan mencari jawaban atas efektifitas hukum, oleh sebab itu beliau menyatakan bahwa dalam penelitian hukum tidak dikenal istilah hipotesis, variabel bebas, data, sampel atau analisis kualitatif dan kuantitatif, yang diperlukan hanya pemahaman tentang Undang-Undang yang ditelaah. Penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang diajukan sehingga hasilnya memberikan preskripsi mengenai apa seyogianya. Hemat saya tidak perlu harus saling menyalahkan antar satu dan yang lainnya. Namun yang pasti perdebatan tentang Teori Hukum Murni dan Sosiological Yurisprudance (hukum sosiologis) bukan hanya terjadi belakangan ini dan hanya di Indonesia saja. Yang pasti aliran hukum diatas merupakan 2 (dua) pandangan besar yang satu sama lain memiliki cara pandang yang berbeda.Itulah yang kemudian berdampak kepada perdebatan masalah penelitian hukum sebagaimana di jelaskan oleh
kedaulatan) dan sistematisasi norma hukum (hierarki norma hukum Kelsen). Secar implisit aliran ini hakikatnya juga menegaskan beberapa hal: Pertama, bahwa pembentuk hukum adalah penguasa. Kedua, bahwa bentuk hukum adalah Undang-Undang; dan. Ketiga hukum diterapkan terhadap pihak yang di kuasai. Sangat berbeda dengan sosiological jurisprudence yang merupakan aliran filsafat hukum yang memberi perhatian sama kuatnya terhadap masyarakat dan hukum, sebagai dua unsur utama hukum dalam penciptaan dan pemberlakuan hukum.[10] Itulah yang menyebabkan perbedaan yang tajam antara kalangan pemikir hukum normatif dan kalangan pemikir hukum sosiologis. Karena pemikir hukum sosiologis mendasarkan hukum pada teori tentang hubungan antara kaidah-kaidah hukum dengan kenyataan masyarakat. Pendasar mazhab ini dapat disebutkan, misalnya Roscoe Pound, Eugen ehrlich, Benyamin Cardozo, Kantorowics, Gaurvitch dan lain-lain. Mazhab ini lebih mengarah pada kenyataan daripada kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Inti dasar prinsip pemikiran mazhab ini adalah hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Hukum lahir dan berkembang seiring dengan kemajuan zaman, sehingga hukum tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Seperti gejala-gejala peradaban lain, hukum juga dapat ditinjau secara sosiologis, dapat diteliti hubungan ekonomis dan kemasyarakatan apa, aliran bidang kejiwaan kejiwaan apa yang telah menimbulkan pranata hukum tertentu. Pada prinsipnya ialah sosiological jurisprudence menekankan pada masalah-masalah evaluasi hukum (kualisifikasi hukum yang baik), kedudukan hukum tertulis dan tidk tertulis, fungsi hukum sebagai sarana rekayasa sosial, dengan cara pembentukan hukum yang baik (yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat), dan cara penerapan
hukum. Dari perbedaan dua pandangan besar antara paradigma hukum positif dengan hukum sosiologis, tidak perlu untuk saling menjatuhkan dengan saling menyalahkan antara teori yang satu dengan teori yang lainnya, mengingat kedua-duanya sama-sama memiliki kelebihan dan kekuarangan. Paradigma hukum positif dapat di gunakan untuk mempelajari tentang bentuk hukum (Undang-Undang), isi hukum (perintah penguasa), ciri hukum (sanksi, perintah, kewajiban, dan kedaulatan) dan sistematisasi norma hukum (hierarki norma hukum) sedangkan paradigma hukum sosiologis dapat digunakan untuk mengevaluasi hukum (kualisifikasi hukum yang baik), kedudukan hukum tertulis dan tidk tertulis, sebagai sarana rekayasa sosial, cara pembentukan hukum yang baik (yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat), dan cara penerapan hukum yang efektif B. Jenis dan hierarki dalam perundangan-undangan Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011. Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan sesuai urutan dari yang tertinggi adalah:
menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
5. Peraturan Presiden (Perpres) Perpres adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. 6. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Perda Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.Termasuk dalam Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Provinsi Aceh dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) serta Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) yang berlaku di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Baca juga: Revisi UU KPK Segera Disahkan Jadi Undang-Undang dalam Rapat Paripuna 6. Perda Kabupaten atau Kota. Perda Kabupaten atau Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota. Termasuk dalam Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota adalah Qanun yang berlaku di Kabupaten atau Kota di Provinsi Aceh. Makna tata urutan Peraturan Perundang- undangan Dalam Penjelasan Pasal 7 ayat 2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, yang dimaksud dengan hierarki adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan. Penjenjangan didasarkan asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Asas tersebut sesuai dengan Stufen Theory atau Teori Tangga
dari ahli hukum Hans Kelsen dalam General Theory of Law and State (1945). Selain jenis dan hierarki tersebut, masih ada jenis Peraturan Perundang-undangan lain yang diakui keberadaannya. Peraturan Perundang-undangan lain ini juga mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud mencakup peraturan yang ditetapkan oleh: MPR DPR DPD Mahkamah Agung (MA) Mahkamah Konstitusi (MK) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Komisi Yudisial Bank Indonesia (BI) Menteri, badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan UU atau Pemerintah atas perintah UU DPRD Provinsi Gubernur DPRD Kabupaten atau Kota Bupati atau Walikota Kepala Desa atau yang setingkat Secara khusus, Peraturan Menteri yang dimaksud adalah peraturan yang ditetapkan oleh menteri berdasarkan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan. Sebagai informasi, UU No. 12 tahun 2011 tersebut menggantikan UU No. 10 Tahun 2004. Dalam UU. No. 10 Tahun 2004, tata urutan peraturan perundang- udnangan adalah sebagai berikut: UUD 1945 UU atau Perpu
permasalahan Prosedur Penolakan dan bentuk hukum yang dipergunakan untuk Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu), yang dijabarkan dalam sub isu antara lain melalui DPR RI atau menguji melalui Mahkamah Konstitusi. b. Penulis mengkonsultasikan dengan dosen pembimbing berkenaan dengan judul dan isu hukum. c. Melakukan studi kepustakaan menggunakan metode sistematis.
pembahasan secara deskriftif analitik, terhadap bahan hukum sekunder dilakukan dengan penelaahan dengan mengacu terhadap pokok bahasan permasalahan. Bahan hukum tersier dilakukan penelaahan dengan mengacu kepada petunjuk yang mampu menjelaskan tentang istilah- istilah. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian diolah dan dibahas dengan metode analisis isi (content analysis) yaitu menelaah peraturan perundang-undangan dimaksud BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang- undangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
[3] Apabila dilihat secara kasat mata, Pemikiran Peter Mahmud hampir sama dengan pemikiran Hans Kelsen yang akan dibahas pada uraian dibawah ini. Baca Peter Mahmud Marzuki, Ibid , Hal. 87 [4] Otje Salman menjelaskan dengan rinci mengenai perbedaan-perbedaan pandangan tersebut, akan tetapi bukan diperuntukkan mencari mana yang paling benar atau tidak benar. Baca Otje Salman dan F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali , Refika Aditama, Bandung, 2005, Hal. 46