Docsity
Docsity

Prepare for your exams
Prepare for your exams

Study with the several resources on Docsity


Earn points to download
Earn points to download

Earn points by helping other students or get them with a premium plan


Guidelines and tips
Guidelines and tips

Law Number 36 of 2008, Article 26, Lecture notes of Tax Legislation and Financial Law

Law Number 36 of 2008, Article 26 Income Tax is income tax that is imposed on income received by foreign taxpayers from Indonesia in addition to permanent establishment (BUT) in Indonesia

Typology: Lecture notes

2019/2020

Uploaded on 06/22/2020

muhammad-ival
muhammad-ival 🇮🇩

4.7

(3)

15 documents

1 / 8

Toggle sidebar

This page cannot be seen from the preview

Don't miss anything!

bg1
BAB IX
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
(PPh PASAL 26)
PENGERTIAN
Pasal 26 UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat UU No. 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap. Ketentuan yang
terdapat di dalam pasal ini selanjutnya lazim disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh
Pasal 26). Oleh karena itu, PPh Pasal 26 dapat didefenisikan sebagai pajak yang dikenakan atas
penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri
selain bentuk usaha tetap.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia, Undang-
Undang menganut dua sistem pengenaan pajak, yaitu pemenuhan sendiri kewajiban
perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dan pemotongan oleh pihak yang wajib membayar
bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya.
DASAR HUKUM
1. Pasal 26 UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat UU No. 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan
2. PMK No. 252/PMK.03/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas
Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
3. PER No. 31/PJ/2009 S.t.t.d. PER No. 57 Tahun 2009 Tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
4. PMK No. 82/PMK.03/2009 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas
Penghasilan Dari Penjualan Atau Pengalihan Harta Di Indonesia, Kecuali Yang Diatur Dalam
Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak
Luar Negeri Selain Bentuk Usaha Tetap Di Indonesia
5. PER No. 52/PJ/2009 Tentang Penunjukan Pemotong, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Dari Penjualan Atau Pengalihan
Harta Di Indonesia, Kecuali Yang Diatur Dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Pajak
Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha
Tetap Di Indonesia
6. KMK No. 624/KMK.04/1994 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas
Penghasilan Berupa Premi Asuransi Dan Premi Reasuransi Yang Dibayar Kepada Perusahaan
Asuransi Di Luar Negeri
7. SE No. 25/PJ.4/1995 Tentang Pemotongan PPh Pasal 26 Atas Pembayaran Premi Asuransi Ke
Luar Negeri
8. KMK No. 434/KMK.04/1999 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas
Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha
Tetap Atas Penghasilan Berupa Keuntungan Dari Penjualan Saham
9. PMK No.257/PMK.03/2008 Tentang Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak
Sesudah Dikurangi Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap
SUBJEK PAJAK PPh Pasal 26
Subjek PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap
TARIF, OBJEK PAJAK DAN SIFAT PENGENAANNYA
1. 20% dari jumlah bruto dan bersifat final atas penghasilan berupa :
a. Dividen
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
Buku Perpajakan Indonesia II
107
pf3
pf4
pf5
pf8

Partial preview of the text

Download Law Number 36 of 2008, Article 26 and more Lecture notes Tax Legislation and Financial Law in PDF only on Docsity!

BAB IX

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

(PPh PASAL 26)

PENGERTIAN

Pasal 26 UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap. Ketentuan yang terdapat di dalam pasal ini selanjutnya lazim disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26). Oleh karena itu, PPh Pasal 26 dapat didefenisikan sebagai pajak yang dikenakan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia, Undang- Undang menganut dua sistem pengenaan pajak, yaitu pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dan pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya. DASAR HUKUM

  1. Pasal 26 UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
  2. PMK No. 252/PMK.03/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
  3. PER No. 31/PJ/2009 S.t.t.d. PER No. 57 Tahun 2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
  4. PMK No. 82/PMK.03/2009 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Dari Penjualan Atau Pengalihan Harta Di Indonesia, Kecuali Yang Diatur Dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha Tetap Di Indonesia
  5. PER No. 52/PJ/2009 Tentang Penunjukan Pemotong, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Dari Penjualan Atau Pengalihan Harta Di Indonesia, Kecuali Yang Diatur Dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha Tetap Di Indonesia
  6. KMK No. 624/KMK.04/1994 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Berupa Premi Asuransi Dan Premi Reasuransi Yang Dibayar Kepada Perusahaan Asuransi Di Luar Negeri
  7. SE No. 25/PJ.4/1995 Tentang Pemotongan PPh Pasal 26 Atas Pembayaran Premi Asuransi Ke Luar Negeri

8. KMK No. 434/KMK.04/1999 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas

Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha Tetap Atas Penghasilan Berupa Keuntungan Dari Penjualan Saham

9. PMK No.257/PMK.03/2008 Tentang Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak

Sesudah Dikurangi Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap

SUBJEK PAJAK PPh Pasal 26

Subjek PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap

TARIF, OBJEK PAJAK DAN SIFAT PENGENAANNYA

  1. 20% dari jumlah bruto dan bersifat final atas penghasilan berupa : a. Dividen b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan

e. Hadiah dan penghargaan f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya dan/ atau h. Keuntungan karena pembebasan utang Pemotongan pajak wajib dilakukan oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia ditentukan berdasarkan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut ( beneficial owner ). Oleh karena itu, negara domisili tidak hanya ditentukan berdasarkan Surat Keterangan Domisili, tetapi juga tempat tinggal atau tempat kedudukan dari penerima manfaat dari penghasilan dimaksud. Dalam hal penerima manfaat adalah orang pribadi, negara domisilinya adalah negara tempat orang pribadi tersebut bertempat tinggal atau berada, sedangkan apabila penerima manfaat adalah badan, negara domisilinya adalah negara tempat pemilik atau lebih dari 50% pemegang saham baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama berkedudukan atau efektif manajemennya berada.

  1. 20% dari perkiraan penghasilan neto, dan bersifat final atas penghasilan berupa : a. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri b. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c).
  2. Sebesar 20% dan bersifat final atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

ILUSTRASI PERHITUNGAN PPh PASAL 26

  1. Suatu badan Subjek Pajak dalam negeri membayarkan royalti sebesar Rp 100.000.000, kepada Wajib Pajak luar negeri, maka Subjek Pajak dalam negeri tersebut berkewajiban untuk memotong Pajak Penghasilan sebesar : 20% x Rp 100.000.000,00. = Rp. 20.000.000,
  2. Seorang atlit dari luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam perlombaan lari maraton di Indonesia, dan kemudian merebut hadiah uang sebesar Rp. 50.000.000,00, maka atas hadiah tersebut dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan sebesar : 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,
  3. Richard Mark adalah pegawai asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari. Dia berstatus menikah dan mempunyai 2 orang anak. la memperoleh gaji pada bulan Maret 2001 sebesar US$ 2,500 sebulan, Kurs yang berlaku adalah Rp 10,000,00 untuk US$ 1. Penghitungan PPh Pasal 26 Penghasilan bruto berupa gaji sebulan adalah : US$ 2,500 x Rp, 10.000,00 = Rp 25.000.000, PPh Pasal 26 terutang adalah 20% x Rp 25.000.000,00 = Rp 5.000.000, TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 26
  4. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan, atas penghasilan berupa : a. Dividen b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan e. Hadiah dan penghargaan f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya

c. Penyetoran Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak. d. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 memberikan tanda bukti pemotongan kepada Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang dipotong Pajak Penghasilan setiap melakukan pemotongan. e. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 wajib melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 26 yang dipotong dengan Surat Pemberitahuan Masa kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya. Dalam hal tanggal jatuh tempo pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka saat pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

PREMI ASURANSI DAN PREMI REASURANSI YANG DIBAYARKAN KEPADA

PERUSAHAAN ASURANSI LUAR NEGERI

Tarif dan Perkiraan Penghasilan neto Atas pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20 % (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto. Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah sebagai berikut : a. Atas premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah premi yang dibayar b. Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah premi yang dibayar c. Atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 5% (lima persen) dari jumlah premi yang dibayar ILUSTRASI

  1. PT. A mengasuransikan Aktiva yang dimilikinya ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi selama tahun 2001 sebesar Rp. 800.000.000,00, maka : Perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri adalah: 50% X Rp 800.000.000,00 = Rp 400.000.000, PPh Pasal 26 = 20% X Rp 400.000.000,00 = Rp 80.000.000,
  2. Bila PT. A pada contoh 1 mengasuransikan kepada PT. B yang merupakan perusahaan asuransi dalam negeri dengan membayar jumlah premi sebesar Rp 800.000.000,00. PT. B mengasuransikan lagi (reasuransi) sebagian polis asuransi tersebut kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar premi sebesar Rp 500.000.000,00, maka : Perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi di luar negeri adalah: 10% X Rp 500.000.000,00 = Rp 50.000.000, PPh Pasal 26 = 20% X Rp 50.000.000,00 = Rp 10.000.000,
  3. Bila PT. B pada contoh 2 mengasuransikan (reasuransi) sebagian polis asuransi tersebut kepada PT. C B yang merupakan perusahaan asuransi dalam negeri dengan membayar jumlah premi sebesar Rp 500.000.000,00. selanjutnya PT. B mengasuransikan lagi (reasuransi) sebagian polis asuransi tersebut kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar premi sebesar Rp 100.000.000,00, maka : Perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi di luar negeri adalah: 5% X Rp 100.000.000,00 = Rp 5.000.000, PPh Pasal 26 = 20% X Rp 5.000.000,00 = Rp 1.000.000, Pemotong PPh Pasal 26 atas penghasilan dari premi asuransi dan premi reasuransi Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 atas penghasilan dari premi asuransi dan premi reasuransi dilakukan oleh : a. Tertanggung, dalam hal dilakukan pembayaran premi oleh tertanggung b. Perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia, dalam hal dilakukan pembayaran premi oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia c. Perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia, dalam hal dilakukan pembayaran premi oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia

Ketentuan Tentang Saat Terutang, Penyetoran, Bukti Pemotongan dan Pelaporan PPh Pasal 26 atas penghasilan dari premi asuransi dan premi reasuransi

  1. Pajak Penghasilan Pasal 26 atas penghasilan dari premi asuransi dan premi reasuransi terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran premi atau pada akhir bulan terutangnya premi asuransi tersebut.
  2. Penyetoran Pajak Penghasilaan Pasal 26 atas penghasilan dari premi asuransi dan premi reasuransi dilakukan oleh pemotong selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah terutangnya pajak dan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
  3. Pemotong wajib pajak membuat Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26, dalam rangkap 3 (tiga) :
    • Lembar 1, untuk pihak yang dipotong penghasilannya
    • Lembar 2, untuk dilampirkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Pasal 26 yang disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak terdaftar
    • Lembar 3, untuk arsip pemotong pajak
  4. Pemotong pajak wajib melaporkan pemotongan serta penyetoran PPh Pasal 26 yang telah dilakukan selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. PENGHASILAN PASAL 26 ATAS PENGHASILAN DARI PENJUALAN ATAU PENGALIHAN SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 18 AYAT (3c) UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK LUAR NEGERI Ketentuan Umum Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara ( conduit company atau special purpose company ) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak ( tax haven country ) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia. Perusahaan antara (special purpose company atau conduit company) adalah perusahaan antara (special purpose company atau conduit company) yang di bentuk untuk tujuan penjualan atau pengalihan saham perusahaan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Negara yang memberikan perlindungan pajak (Tax heaven Country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara dipotong Pajak Penghasilan sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final. Besarnya penghasilan neto adalah 25% dari harga jual. Catatan Terhadap penjual yang berstatus sebagai Wajib Pajak Luar Negeri yang merupakan penduduk dari Negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, pemotongan pajak hanya dilakukan apabila hak pemajakan berdasarkan P3B berada pada pihak Indonesia. Tata Cara Pemotong dan Penyetoran PPh Pasal 26
  5. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (special purpose company atau conduit company) kepada Wajib Pajak Dalam Negeri, dipotong pajak oleh pembeli Wajib Pajak Dalam Negeri dan kepada Wajib Pajak Luar Negeri tersebut diberikan bukti pemotongan PPh Pasal 26.
  6. Dalam hal saham dibeli oleh Wajib Pajak Luar Negeri, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Pihak yang dtunjuk sebagai pemungut pajak adalah badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia yang sahamnya diperjualbelikan oleh pemegang saham Wajib Pajak Luar Negeri di luar Bursa Efek dan b. Badan sebagaimana dimaksud pada huruf a harus mencatat akta pemindahan hak atas saham yang dijual.
  1. Wajib Pajak BUT yang melakukan penanaman kembali harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai saat mulai berproduksi komersial.
  2. Penentuan saat mulai berproduksi komersial dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk.
  3. Penentuan saat mulai berproduksi komersial dilakukan berdasarkan keadaan sebenarnya dan dengan memperhatikan saat mulai berproduksi komersial sebagaimana disampaikan Wajib Pajak BUT yang bersangkutan. Catatan
  4. Dalam hal perusahaan induk dari Wajib Pajak BUT adalah Wajib Pajak dalam negeri dari negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, besarnya tarif untuk PPh 26 adalah sebagaimana ditentukan dalam P3B tersebut.
  5. Dalam hal penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak BUT dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, dasar pengenaan PPh Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan pembukuan yang sudah dikoreksi fiskal dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang bersifat final. ILUSTRASI Penghasilan Kena Pajak (Laba Fiskal) BUT di Indonesia tahun 2009 Rp. 17.500.000.000, Pajak Penghasilan 28% x Rp. 17.500.000.000,00 = Rp. 4.900.000.000,00 (-) Penghasilan Kena Pajak setelah pajak Rp. 12.600.000.000, Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang 20% x Rp12.600.000.000 = Rp. 2.520.000.000, Apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp. 12.600.000.000,00 tersebut ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak.

PPh PASAL 26 YANG TIDAK BERSIFAT FINAL

Pada prinsipnya pemotongan pajak atas Wajib Pajak luar negeri adalah bersifat final, namun atas penghasilan berikut ini, pemotongan pajaknya tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Penghasilan- penghasilan tersebut adalah :

  1. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia Penghasilan kantor pusat yang berasal dari usaha atau kegiatan, penjualan barang dan pemberian jasa, yang sejenis dengan yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap dianggap sebagai penghasilan bentuk usaha tetap, karena pada hakekatnya usaha atau kegiatan tersebut termasuk dalam ruang lingkup usaha atau kegiatan dan dapat dilakukan oleh bentuk usaha tetap. Usaha atau kegiatan yang sejenis dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, misalnya terjadi apabila sebuah bank di luar Indonesia yang mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia, memberikan pinjaman secara langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya kepada perusahaan di Indonesia. Penjualan barang yang sejenis dengan yang dijual oleh bentuk usaha tetap, misalnya kantor pusat di luar negeri yang mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia menjual produk yang sama dengan produk yang dijual oleh bentuk usaha tetap tersebut secara langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya kepada pembeli di Indonesia. Pemberian jasa oleh kantor pusat yang sejenis dengan jasa yang diberikan oleh bentuk usaha tetap, misalnya kantor pusat perusahaan konsultan di luar Indonesia memberikan konsultasi yang sama dengan jenis jasa yang dilakukan bentuk usaha tetap tersebut secara langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya kepada klien di Indonesia.
  2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.

Penghasilan seperti dimaksud dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat dianggap sebagai penghasilan bentuk usaha tetap di Indonesia, apabila terdapat hubungan efektif antara harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dengan bentuk usaha tetap tersebut. Misalnya, X Inc. menutup perjanjian lisensi dengan PT. Y untuk mempergunakan merk dagang X Inc. Atas penggunaan hak tersebut X Inc. menerima imbalan berupa royalti dari PT. Y. Sehubungan dengan perjanjian tersebut X Inc. juga memberikan jasa manajemen kepada PT. Y melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, dalam rangka pemasaran produk PT. Y yang mempergunakan merk dagang tersebut. Dalam hal demikian, penggunaan merk dagang oleh PT. Y mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap di Indonesia, dan oleh karena itu penghasilan X Inc. yang berupa royalti tersebut diperlakukan sebagai penghasilan bentuk usaha tetap.

  1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap. Contoh A sebagai tenaga asing orang pribadi membuat perjanjian kerja dengan PT B sebagai Wajib Pajak dalam negeri untuk bekerja di Indonesia untuk jangka waktu 5 bulan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2009. Pada tanggal 20 April 2009 perjanjian kerja tersebut diperpanjang menjadi 8 bulan sehingga akan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2009. Jika perjanjian kerja tersebut tidak diperpanjang, status A adalah tetap sebagai Wajib Pajak luar negeri. Dengan diperpanjangnya perjanjian kerja tersebut, status A berubah dari Wajib Pajak luar negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009. Selama bulan Januari sampai dengan Maret 2009 atas penghasilan bruto A telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh PT B. Berdasarkan ketentuan ini, maka untuk menghitung Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan A untuk masa Januari sampai dengan Agustus 2009, Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong dan disetor PT B atas penghasilan A sampai dengan Maret tersebut, dapat dikreditkan terhadap pajak A sebagai Wajib Pajak dalam negeri.