

































































Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
Eksperimen Fisika III, S1 Fisika Institut Teknologi Bandung
Typology: Papers
1 / 73
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
Spin coating merupakan salah satu teknik yang umum digunakan untuk
menghasilkan film tipis dengan ketebalan pada orde nanometer hingga mikrometer
di atas sebuah substrat. Teknik spin coating dilakukan karena kemudahannya dalam
menghasilkan film tipis yang homogen dengan proses yang relatif sederhana.
Dalam prakteknya, terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi hasil film
tipis oleh teknik spin coating. Percobaan dilakukan untuk mengetahui hubungan
parameter terkait terhadap film tipis yang dihasilkan.Percobaan dilakukan dengan
beberapa variasi, yaitu variasi kecepatan sudut pada sampel P3HT dan Dye
Ruthonium, variasi jumlah lapisan tipis pada sampel P3HT dan Dye Ruthonium,
dan variasi metode drop casting pada sampel MEH-PPV. Pada variasi kecepatan
sudut, dilakukan fitting data keadaan tebal film terhadap kecepatan sudut. Fitting
dilakukan dengan menggunakan model EBP (Emslie, Bonner, Peck), model
Meyerhofer, dan model Empirik. Kemudian, dari hasil film tipis yang diperoleh di
setiap variasi akan dilakukan karakterisasi sebuah film tipis menggunakan
spektrometer UV-Vis. Kemudian dilakukan penelitian untuk analisis gugus fungsi
pada setiap sampel uji dengan menggunakan spektroskopi FTIR. Analisis gugus
fungsi suatu sampel dilakukan dengan membandingkan pita absorbsi yang
terbentuk pada spektrum infra merah menggunakan tabel korelasi dan
menggunakan spektrum senyawa pembanding (yang sudah diketahui).
Kata Kunci : Band Gap , Spektroskopi FTIR, Spin Coating
iv
Batasan pada eksperimen ini adalah:
Ruthenium.
80℃ untuk Dye Ruthenium.
4000 rpm pada plot absorbansi terhadap panjang gelombang untuk
karakterisasi UV-Vis.
detik dan untuk sampel dye-Ruthenium adalah 500 rpm selama 30 detik
pada fitting grafik hasil eksperimen menggunakan ketiga model.
Chlorobenzene.
ethanol.
PPV, dan dye N-719.
Asumsi yang digunakan dalam eksperimen ini adalah:
mestinya.
diabaikan.
Hipotesis eksperimen ini adalah:
panjang gelombang cahaya tampak.
Gambar II.2 Tahapan pada proses spin coating dan film tipis polimer dengan
menggunakan teknik spin coating
Secara umum, ketebalan film hasil spin coating berbanding terbalik dengan
kecepatan putar. Terdapat beberapa model yang diajukan terkait hubungan antara
ketebalan film tipis yang dihasilkan dengan kecepatan sudut yang digunakan.
II.1.2 Model Emslie, Bonner, Peck
Dalam model Emslie, Bonner, Peck dianggap bahwa proses penguapan pelarut
tidak memberikan kontribusi besar dalam pembentukan film tipis, sehingga proses
penguapan tersebut dapat diabaikan. Dengan mengacu pada kesetimbangan antara
gaya viskositas dan gaya sentrifugal per satuan volume, akan dihasilkan hubungan
berikut
ℎ 𝑜
( 1 +
4 𝜌𝜔
2
3 𝜂
ℎ
𝑜
2
𝑡)
1
2
Dengan ℎ menyatakan ketebalan film tipis setiap saat, ℎ0 adalah ketebalan awal
film, 𝜌 merupakan densitas dari larutan, 𝜂 menujukkan viskositas larutan,
sementara 𝜔 dan 𝑡 masing-masing ialah kecepatan sudut dan waktu lama putaran.
II.1.3 Model Meyerhofer
Meyerhofer memodelkan pembentukan film tipis pada proses spin-coating dengan
menganggap bahwa mekanisme spinning berperan dominan pada saat awal, namun
kemudian pada saat akhir proses penguapan berperan lebih dominan. Dengan
mengasumsikan laju penguapan adalah konstan diperoleh hubungan
3 𝜂 𝑜
𝐸
2 ( 1 −𝐶 𝑜
)𝜌𝜔
2
1
3
dengan ℎ menyatakan ketebalan akhir film tipis, 𝜂 0
adalah viskositas awal larutan,
𝐸 menunjukkan laju penguapan konstan dalam satuan volume pelarut yang
menguap per satuan waktu per satuan luas, 𝐶 0
ialah konsentrasi awal larutan,
sedangkan 𝜌 dan 𝜔 masing-masing yaitu densitas larutan dan kecepatan sudut
yang digunakan.
II.1.4 Model Empirik
Dalam beberapa hasil eksperimen diperoleh bahwa hubungan antara ketebalan film
tipis yang dihasilkan dengan kecepatan sudut yang digunakan tidak sesuai dengan
Model Emslie, Bonner, Peck, maupun Model Meyerhofer. Secara empirik dari hasil
eksperimen hubungan yang diperoleh antara ketebalan film yang dihasilkan (ℎ)
dengan kecepatan sudut yang digunakan (𝜔) adalah sebagai berikut
−
1
2
(II.3)
Walapun model yang dibangun untuk menjelaskan proses spin coating tidak unik,
seluruh model tersebut memiliki kesamaan yaitu menyatakan bahwa ketebalan film
tipis yang dihasilkan berbanding terbalik dengan kecepatan sudut yang digunakan.
Pada spektroskopi intensitas cahaya datang sebesar I o
teratenuasi saat melewati
suatu sampel setebal b. Intensitas cahaya yang datang (I o
) dan yang ditransmisikan
t
) dihubungkan melalui hukum Lambert-Beer:
𝑡
𝑜
−𝜀𝐶𝑏
Dengan I o
adalah intensitas cahaya yang datang, I t
adalah intensitas cahaya yang
ditransmisikan, ε adalah absorpivitas (L/mol cm), konsentrasi sampel (mg/ml), dan
b adalah tebal sampel (cm).
Absorbansi yang terbaca pada alat UV-Vis didefinisikan sebagai berikut
𝐴 = log
𝐼
𝑜
𝐼 𝑡
Dengan I o
adalah intensitas cahaya yang datang, I t
adalah intensitas cahaya yang
ditransmisikan, dan A adalah absorbansi.
II.2.2 Ultraviolet-Visible Spectroscopy (UV-VIS)
Gambar II.4 Spektroskopi UV-Vis
Spektrofotometer UV-VIS adalah salah satu metode instrumen yang paling sering
diterapkan dalam analisis kimia untuk mendeteksi senyawa (padat/cair)
berdasarkan absorbansi foton. Agar sampel dapat menyerap foton pada daerah UV-
VIS (panjang gelombang foton 200 nm – 700 nm), biasanya sampel harus
diperlakukan atau derivatisasi, misalnya penambahan reagen dalam pembentukan
garam kompleks dan lain sebagainya. Unsur diidentifikasi melalui senyawa
kompleksnya.
Spektrofotometer UV-Vis adalah teknik analisa spektroskopi yang menggunakan
sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (200-400 nm) dan cahaya tampak
(400-800 nm) dengan instrumen spektrometer. Spektrometer UV-Vis merupakan
alat untuk mengukur transmitansi dan absorbansi suatu sampel sebagai fungsi
panjang gelombang. Absorbansi adalah daya sinar yang diserap oleh larutan atau
medium sedangkan transmitansi adalah daya radiasi sinar yang diteruskan atau
keluar dari kuvet dan daya radiasi sinar yang masuk kedalam kuvet.
Spektrofotometer terdiri dari dua komponen yaitu spektrometer berfungsi
menghasilkan spektra dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer yang
berfungsi mengukur intensitas cahaya yang ditransmisi, direfleksi, dan di absorpsi.
Spektrofotometer biasanya digunakan untuk pengukuran transmittance atau
kemampuan reflektif dari sebuah larutan, dan benda padat yang transparan atau
buram seperti kaca.
Spektrometer UV-Vis dapat digunakan untuk sampel berupa larutan atau padatan.
Spektrometer UV-Vis melibatkan energi elektromagnetik cukup besar pada
molekul yang dianalisis, sehingga Spektrometer UV-Vis lebih banyak dipakai
untuk analisa kuantitatif dibanding analisa kualitatif.
Secara umum spektrometer terdiri dari 4 bagian penting, yaitu sumber cahaya,
monokromator, kuvet holder, dan detektor. Sumber cahaya untuk daerah UV dapat
berupa lampu hidrogen atau deutrium (160-375 nm) sedangkan untuk daerah visible
menggunakan lampu halogen. Prinsip kerja dari Spektrometer UV-VIS adalah
sinar/cahaya dilewatkan melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan,
dimana akan menghasilkan spektrum dengan panjang gelombang dari 200 nm
hingga 800 nm. Untuk menganalisis suatu sampel dibutuhkan dua sumber sinar,
yaitu sumber sinar UV dan sumber sinar visible. Kedua sinar ini ditembakkan ke
satu cermin yang sama, lalu sinar tersebut dipantulkan mengenai sampel, hasil
transmisi dari sampel dibagi dua untuk ditangkap oleh dua detektor yang berbeda,
yaitu detektor untuk analisis referensi dan detektor untuk hasil absorbansi cuplikan.
Perbandingan antara intensitas detektor berkas sampel dengan intensitas berkas
referensi merupakan hasil absorbansi yang akan diamati.
Poly(3-hexylthiophene) (P3HT) merupakan polimer organik yang dapat bersifat
konduktif. P3HT memiliki sifat fisis stabil terhadap lingkungan dan mobilitas hole
yang tinggi. P3HT juga memiliki kelarutan yang tinggi. P3HT merupakan
semikonduktor tipe-p dan dapat dimanfaatkan sebagai material aktif pada sel
surya organik.
II.2.5 Poly[2-methoxy- 5 - (2-ethylhexyloxy)-1, 4-phenylenevinylene] (MEH-
Gambar II.7 Struktur MEH-PPV
MEH PPV merupakan salah satu polimer konjugasi organik yang bersifat konduktif
dan merupakan turunan dari rantai Poly [p-phenylene vinylene] (PPV). MEH-PPV
memiliki sifat optoelektronik yang baik dan elektroluminesensi yang dapat diproses
menjadi film tipis kristal yang cukup teratur. Celah pita yang kecil dan fluorensensi
warna merah yang dihasilkan membuat MEH-PPV ini dapat diaplikasikan sebagai
bahan aktif pada LED dan juga perangkat fotovoltaik.
II.2.6 Dye Ruthenium
Gambar II.8 Struktur Dye Ruthenium
Ruthenium kompleks dye merupakan jenis dye yang memiliki struktur komplek
dengan Ru pada pusatnya. Dye Ruthenium ini merupakan jenis dye yang paling
banyak digunakan dalam fabrikasi sel surya generasi DSSC (Dye Sensitized Solar
Cell) sebagai fotosensitizer. Performansi DSSC utamanya ditentukan oleh struktur
molekul dari fotosensitizernya dengan karakteristik yaitu memiliki spektrum
serapan pewarna mencakup daerah UV-Vis dan NIR.
II.3 Dasar Teori FTIR
II.3.1 Interaksi Gelombang Elektromagnetik dan Bahan
Pada saat radiasi gelombang elektromagnetik (EM) berinteraksi dengan suatu
bahan, maka kemungkinan yang dapat terjadi merupakan fenomena transmisi,
refleksi, hamburan, polarisasi, dan absorbsi dari gelombang datang. Studi
mengenai fenomena antara gelombang elektromagnetik dengan bahan disebut
dengan spektroskopi. Gelombang elektromagnetik memiliki rentang frekuensi (𝜈)
yang sangat luas dan kaitannya dengan energi (𝐸) dapat dituliskan sebagai,
dimana ℎ merupakan konstanta Planck yang bernilai 6,626 × 10
− 34
2
Perbedaan energi terkait dengan frekuensi gelombang EM menyebabkan adanya
perbedaan interaksi dari gelombang EM dengan bahan yang dapat dimanfaatkan
salah satunya untuk karakterisasi kimiawi sesuai dengan jenis transisi yang
muncul.
II.3.2 Spektroskopi Infrared
Spektroskopi infrared (IR) merupakan studi yang mempelajari tentang interaksi
antara materi dengan Gelombang Elektromagnetik (GEM) yang berada pada daerah
frekuensi inframerah dengan panjang gelombang yang lebih panjang dari cahaya
tampak, dan lebih pendek dari radiasi gelombang mikro. Spektroskopi IR berada
pada daerah panjang gelombang 0,8 – 1000 μm, dengan bilangan gelombang antara
12500 – 10 cm-1 dalam spektrum elektromagnetik.
Daerah spektrum yang berhubungan dengan eksitasi disebut daerah sidik jari
(fingerprint). Dalam spektroskopi molekuler, daerah IR dari spektrum
Jenis dari modus vibrasi yang paling sederhana merupakan modus stretching dan
bending. Jenis yang lebih kompleks dan umum digunakan pada karakterisasi
spektroskopi IR termasuk di dalamnya scissoring, rocking, wagging, dan twisting.
Masing-masing modus memiliki jenis gerakan serta frekuensi alamiah yang
berbeda, dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil dari spektroskopi IR merupakan
spektrum IR dengan puncak/lembah yang nantinya dapat dianalisa untuk
mengetahui jenis modus vibrasi dari ikatan tertentu yang terdapat pada sampel,
beberapa contoh spektrum IR:
Gambar II.11 Ilustrasi modus vibrasi
Penyerapan energi pada berbagai frekuensi ini kemudian dideteksi oleh
spektrometer IR, yang memplot persen radiasi IR yang diteruskan (ditransmisikan)
(% T) melalui senyawa sebagai fungsi frekuensi radiasi atau bilangan gelombang
(cm
). Plot data ini menunjukkan spektrum IR yang memberikan informasi terkait
gugus fungsi suatu molekul.
Gambar II.12 Spektrum FTIR dari MNPs
Gambar di atas menunjukkan persentasi transmitansi. Nilai 70% pada persentasi
transmitansi menunjukkan bahwa Sebagian besar frekuensi dari sinar IR dapat
melewati senyawa tersebut. Sedangkan transmitansi sebesar 20% menunjukkan
bahwa hampir semua frekuensi tersebut diserap oleh senyawa. Adapun band
assignment dari spektrum FTIR pada gambar di atas ditunjukkan oleh tabel di
bawah.
Tabel II.1 Posisi pita transmisi dan jenis ikatan kimia dari hasil Analisa spektrum
FTIR MNPs
II.3.3 Spektrometer Fourier Tranformation Infrared (FT-IR)
Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy merupakan spektrometer infrared
(IR) dengan sistem optik berupa interferometer seperti yang dapat dilihat pada
gambar di bawah. FTIR menggunakan sumber polikromatis yang berarti
menggunakan sumber yang terdiri dari banyak frekuensi. Berkas sinar IR akan
dipecah menjadi dua berkas saat melewati beam splitter. Salah satu berkas akan
dibelokan dan mencapai fixed mirror untuk nantinya dipantulkan kembali ke