Docsity
Docsity

Prepare for your exams
Prepare for your exams

Study with the several resources on Docsity


Earn points to download
Earn points to download

Earn points by helping other students or get them with a premium plan


Guidelines and tips
Guidelines and tips

Danger of corruption, Study Guides, Projects, Research of Law of Obligations

The issue of corruption in Indonesia and its impact on the country's social, political, and economic development. It highlights the challenges faced by law enforcement agencies in combating corruption and the need for international cooperation to address the issue. The document also explores the mechanisms for asset recovery and the difficulties in seizing assets obtained through criminal activities. It raises questions about the effectiveness of punitive measures in deterring corruption and the need for preventive measures to address the root causes of corruption.

Typology: Study Guides, Projects, Research

2021/2022

Available from 10/11/2022

alif-adhar-amatullah
alif-adhar-amatullah 🇮🇩

2 documents

1 / 20

Toggle sidebar

This page cannot be seen from the preview

Don't miss anything!

bg1
Korupsi Sebagai Ancaman dan Gangguan Terhadap Bangsa
Disusun Oleh :
1. Faris Abdul Aziz (2303419057)
2. Galih Ramadlan (2401418036)
3. Raihana Pratiwi Hadi Kuncoro (2401419009)
4. Alif Adhar Amatullah (3101422074)
5. Naufal Azis Abdullah (3101422073)
6. Dhaifullah Akbar (3101422072)
7. Muhammad Sandiawan Fatulloh (3101422071)
8. Adisti Ayuningtyas (3101422041)
9. Chintya Tri Rahayu Paeran (3101422069)
10. Fadia Aulia Aessa (3101422070)
Dosen Pengampu :
Bagus Hendradi Kusuma S. H., M. H.
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022
pf3
pf4
pf5
pf8
pf9
pfa
pfd
pfe
pff
pf12
pf13
pf14

Partial preview of the text

Download Danger of corruption and more Study Guides, Projects, Research Law of Obligations in PDF only on Docsity!

Korupsi Sebagai Ancaman dan Gangguan Terhadap Bangsa

Disusun Oleh :

1. Faris Abdul Aziz (2303419057)

2. Galih Ramadlan (2401418036)

3. Raihana Pratiwi Hadi Kuncoro (2401419009)

4. Alif Adhar Amatullah (3101422074)

5. Naufal Azis Abdullah (3101422073)

6. Dhaifullah Akbar (3101422072)

7. Muhammad Sandiawan Fatulloh (3101422071)

8. Adisti Ayuningtyas (3101422041)

9. Chintya Tri Rahayu Paeran (3101422069)

10. Fadia Aulia Aessa (3101422070)

Dosen Pengampu :

Bagus Hendradi Kusuma S. H., M. H.

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

BAB I

PENDAUHULUAN

Permasalahan korupsi adalah permasalahan yang menarik untuk dikaji terutama mengenai proses penanggulangan atau pencegahannya. Seringkali penanggulangan dan pencegahan korupsi lebih ditekankan pada persoalan penegakan hukum atau penggunaan upaya represif. Upaya penanggulangan dengan menggunakan upaya represif hingga saat ini masih menjadi “primadona” dalam memberantas korupsi. Hukuman atau sanksi bagi pelaku dipandang mampu memberikan efek jera bagi para pelaku dan juga dapat memuaskan kehendak masyarakat. Penanggulangan korupsi dengan melakukan penegakan hukum pidana pada faktanya masih belum berjalan dengan maksimal. Kehendak negara untuk menekan jumlah korupsi nampaknya masih belum dapat terwujud. Jadi sekalipun telah ada perangkat hukum yang lengkap sebagai sarana penanggulangan korupsi pada faktanya masih belum mampu membrantas perbuatan korupsi itu sendiri. Artinya, sekalipun telah diupayakan suatu cara penanggulangan dengan menggunakan sarana hukum pidana namun korupsi masih saja bertumbuh dan semakin sulit untuk diberantas. Susahnya pemberantasan korupsi di Indonesia juga disebabkan karena korupsi telah menjadi bagian dari kehidupan manusia Indonesia. Korupsi sendiri seakan telah membudaya dan manusia Indonesia telah terbiasa dibesarkan dengan perilaku-perilaku koruptif yang dipertontonkan dengan sengaja oleh lingkungan dimana manusia tersebut berada. Hampir semua aspek bidang kehidupan manusia di Indonesia pernah tergerus oleh perilaku koruptif yang dilakukan oleh oknum- oknum tertentu. Perilaku koruptif tersebut cukup lama berada dalam sebuah zona yang sangat nyaman atau tidak tersentuh hukum sehingga dipandang sebagai kewajaran tanpa pernah menyadari kerugian yang akan dialami oleh negara. Hal inilah yang menyebabkan korupsi menjadi penyakit generatif yang diturunkan terus menerus tanpa pernah diberi penanganan yang tepat.

akarnya praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Praktik tercela ini disinyalir sudah menjadi bagian dari budaya, sehingga dalam pikiran banyak orang terkesan sebagai sesuatu yang lumrah untuk dikerjakan, meskipun secara moral dan hukum diakui sebagai hal yang salah. Korupsi benar-benar telah menjadi permasalahan akut dan sistemik yang sangat membahayakan dan merugikan Negara maupun masyarakat. Modus dan pelaku kejahatan korupsi selalu berganti secara cepat. Sementara itu, laju perubahan undang-undang sendiri selalu terlambat beberapa langkah di belakang kejahatannya. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh banyak orang, kelompok, maupun oknum tertentu untuk melakukan berbagai perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

  1. Cara-cara tradisional yang digunakan sampai saat ini terbukti tidak mampu menyelesaikan masalah korupsi di masyarakat, sehingga harus digunakan pula cara-cara luar biasa. Mengingat bahwa salah satu unsur Tindak pidana korupsi di dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) adalah adanya unsur kerugian keuangan negara, unsur tersebut memberi konsekuensi bahwa pemberantasan Tipikor tidak hanya bertujuan untuk membuat jera para Koruptor melalui penjatuhan pidana penjara yang berat, melainkan juga memulihkan keuangan negara akibat korupsi sebagaimana ditegaskan dalam konsideran dan penjelasan umum UU Tipikor.
  2. Kegagalan pengembalian aset hasil kerugian korupsi yang dapat dianggap mengurangi makna penghukuman terhadap para koruptor. Pada dasarnya pengembalian aset adalah sistem penegakan hukum yang dilakukan oleh negara korban Tindak pidana korupsi untuk mencabut, merampas, menghilangkan hak atas aset hasil tindak pidana korupsi dari pelaku tindak pidana korupsi melalui rangkaian proses dan mekanisme baik secara pidana dan sipil harta kekayaan hasil korupsi baik di dalam maupun di luar negeri diawasi, dibekukan, disita, disita, dialihkan dan dikembalikan ke negara akibat korupsi, dan pelaku korupsi dilarang menggunakan harta hasil korupsi sebagai alat atau sumber daya.. tindak pidana lainnya dan memberikan efek jera bagi pelaku/calon pelaku. UU Tipikor mengatur

mekanisme atau prosedur yang dapat diterapkan dapat berupa pengembalian aset melalui jalur pidana, dan pengembalian aset melalui jalur perdata. Sangat sulit bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana yang dikuasai oleh pelaku kejahatan. Ada beberapa kesulitan dalam proses perampasan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana, seperti kurangnya sarana perampasan harta benda yang diperoleh dengan cara pidana. Sistem dan mekanisme perampasan harta kekayaan yang diperoleh melalui jalur pidana saat ini telah gagal mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan yang adil dan meningkatkan kesejahteraan rakyat sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, kerjasama dan pemahaman internasional masih kurang. mekanisme penyitaan harta kekayaan hasil tindak pidana oleh aparat penegak hukum dan waktu yang diperlukan sebelum negara dapat melakukan penyitaan harta kekayaan hasil tindak pidana, yaitu setelah mendapat penetapan pengadilan yang bersifat tetap. Sebagai contoh keinginan DPR untuk mendukung pemulihan aset, saat ini sedang dibahas untuk mengatur penyitaan aset hasil tindak pidana melalui undang-undang tersendiri. Usulan UU Penyitaan Harta Pidana terlihat dalam kesepakatan untuk memasukkan UU Penyitaan Harta Kekayaan Pidana, paradigma baru mengacu pada mekanisme pidana perampasan aset. kejahatan terkait dengan berbagai konvensi internasional, khususnya UNCAC, yaitu menggunakan properti mekanisme tanpa penalti. Tentunya hal ini berbeda dengan ketentuan tentang penyitaan dan perampasan harta kekayaan hasil tindak pidana yang dilakukan di Indonesia selama ini. Karena sampai sekarang dalam sistem hukum Indonesia, perampasan aset dimungkinkan dilakukan setelah proses penegakan hukum memperoleh putusan yang sah secara permanen. Dalam konteks ini, urgensi dan mekanisme pengembalian aset tindak pidana korupsi harus diperiksa.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Penyebab, Bahaya, dan Hambatan Korupsi

Korupsi saat ini masih menjadi masalah dan upaya memberantasannya sudah dilakukan dengan berbagai cara, hukuman bagi pelaku diperberat, namun masih saja kita dengar dan baca berita tentang korupsi setiap harinya. Korupsi menjadi sangat berbahaya bagi kehidupan sosial, politik, dan ekonomi manusia. Bahayanya bisa berakibat fatal bagi masyarakat atau individu. Secara aksiomatik, akibat korupsi dapat dijelaskan seperti berikut :

A. Konsep dan Hambatan Korupsi

  1. Bahaya Korupsi terhadap Masyarat dan Individu. Apabila korupsi dalam suatu masyarakat sudah menjadi makanan sehari-hari dan merajarela, maka bisa mengakibatkan masyarakat tersebut menjadi kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik, individu akan mementingkan dirinya sendiri, dan hilangnya budaya gotong royong atau kerja sama di antara masyarakat. Fakta empirik dari hasil penelitian di banyak negara dan dukungan teoritik oleh para saintis sosial menunjukkan bahwa korupsi berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi menyebabkan perbedaan yang tajam di antara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, prestis, kekuasaan dan lain-lain. Ketika korupsi merajarela di masyakarat, maka hilanglah nilai utama atau kemulyan masyarakat. Hal itulah yang dapat membahayakan untuk standar moral dan intelektual masyarakat. Apabila keadaan masyarakat telah tercipta seperti itu, maka keinginan masyarakat untuk membantu dan berkorban untuk kebaikan dan perkembangan bersama akan menurun dan hilang seiring dengan waktu.
  1. Bahaya Korupsi terhadap Generasi Muda. Efek negatif jangka panjang yang paing berbahaya adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi telah menjadi makanan sehari-hari, anak tumbuh dengan pribadi antisosial, selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa, sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa dengan sifat tidak jujur dan tidak bertanggung jawab. Jika keadaan generasi muda di bangsa ini seperti itu, maka bisa dilihat betapa suramnya masa depan bangsa ini.
  2. Bahaya Korupsi terhadap Politik Praktik korupsi yang meluas dalam politik seperti pemilu yang curang, kekerasan dalam pemilu, money politics dan lain-lain juga dapat menyebabkan rusaknya demokrasi. Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak sah di mata publik. Apabila keadaannya seperti itu, maka bisa membuat masyarakat tidak percaya terhadap pemerintah dan pemimpin tersebut, hal ini dapat berakibat terhadap kepatuhan pemerintah terhadap otoritas mereka. Di samping itu, keadaan yang demikian ini akan memicu terjadinya instabilitas sosial politik dan integrasi sosial, karena terjadi pertentangan antara penguasa dan rakyat. Contohnya, menyebabkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat, seperti yang terjadi di Indonesia.
  3. Bahaya Korupsi Bagi Ekonomi Bangsa. Korupsi dapat merusak ekonomi suatu bangsa. Penelitian empirik oleh Transparency International menunjukkan bahwa korupsi juga dapat mengakibatkan berkurangnya investasi dari modal dalam negeri maupun luar negeri, karena para investor akan berpikir dua kali untuk membayar biaya yang lebih tinggi dari semestinya dalam berinvestasi (seperti untuk penyuapan pejabat agar dapat izin, biaya keamanan kepada pihak keamanan agar investasinya aman dan lain-lain biaya yang tidak perlu). Sejak tahun 1997, investor dari negara- negera maju (Amerika, Inggris dan lain-lain) cenderung lebih suka

perundang-undangan, lemahnya penwgakan hukum penanganan korupsi, dan sulitnya pembuktian terhadap tindak pidana korupsi.

  1. Hambatan Manajemen, hambatan ini bersumber dari tidak diterapkannya prinsip-prinsip manajemen yang baik (komintmen yang tinggi dan adil, transparan dan akuntabel) yang membuat tindak pidana korupsi tidak berjalan semestinya. Contohnya, kurangnya komitmen pemerintah dalam menindaklanjuti hasil pengawasan, tidak independennya organisasi pengawasan, kurang professionalnya aparat pengawasan, serta kurangnya dukungan sistem dan prosedur pengawasan dalam korupsi.

2. Kerugian dan Ancaman Korupsi Bagi Bangsa

a. Kerugian Negara Akibat Korupsi di Indonesia

Korupsi merupakan perbuatan yang menimbulkan kerugian besar bagi bangsa. Korupsi menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di negara-negara, investasi yang lebih sedikit, peningkatan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan yang melebar. Korupsi juga bisa membuat masyarakat suatu negara kurang bahagia. Korupsi merupakan perbuatan yang menimbulkan kerugian besar bagi bangsa. Penyebab Korupsi:  Pertumbuhan ekonomi negara yang melambat (Senin, 2001: Mauro, 1995.

  1. Meon dan Sekkat, 2005).  Pengurangan investasi (Mauro. 1995. 1998; Cuervo-Cazurra, 2006),  Meningkatnya kemiskinan (Gupta dan Alonso-Terme, 2002) dan  Meningkatnya ketimpangan pendapatan (Gyimah-Brempong, 2002; Gupta dan Alonso Terme, 2002; Batabyal dan Chowdhury, 2015). Menurut laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), kerugian pemerintah akibat kasus korupsi telah mencapai Rp62,93 triliun pada 2021. Kerugian pemerintah akibat skandal korupsi pada 2021 juga tertinggi dalam lima tahun. Sebelumnya, kerugian negara akibat Rasuah mencapai Rp 56,74 triliun pada
  1. ICW mengatakan besarnya kerugian negara pada tahun 2021 karena banyaknya kasus korupsi. Salah satunya terkait kasus korupsi pengelolaan kondensat PT Trans Pasifik Petrochemical Indotama (TPPI) dengan kerugian Rp 36 triliun, Jiwasraya dengan kerugian negara Rp 16 triliun, dan korupsi impor tekstil senilai Rp1,6 triliun dari PT Fleming Indo Batam. Sementara dari total Rp 62,9 triliun, KPK baru menangani 1% kerugian negara senilai Rp 800 miliar. Sebagian besar kerugian pemulihan negara berasal dari kejaksaan. Apalagi, hukuman ganti rugi bagi terdakwa kasus korupsi masih jauh dari total kerugian yang diderita negara. Selain itu, masih banyak kasus korupsi dari data Badan Kepegawaian negara (BKN) dengan total 2.259 pejabat korup di provinsi, kabupaten, dan kota pada per 17 september 2018. Kemudian, dari BUMN terpantau 119 kasus korupsi dengan kerugian mencapai 47,9 triliun.

b. Dampak Korupsi terhadap Pertahanan dan Keamanan

Dampak korupsi terhadap pertahanan dan keamanan antara lain melemahkan alutsista dan sumber daya manusia karena pemborosan anggaran. Sering kita temukan berita dari berbagai media tentang betapa mudahnya negara lain melanggar batas negara Indonesia. Dampak masif korupsi terhadap pertahanan dan keamanan yaitu lemahnya alustista dan SDM, lemahnya garis batas negara, dan menguatnya sisi kekerasan dalam masyarakat. Anggaran Harkam terbuang percuma karena korupsi. Kita sering mendengar dari berbagai media bahwa negara lain dengan mudahnya melanggar batas wilayah Indonesia baik melalui jalur darat, laut maupun udara. Selain itu, korupsi pengadaan pertahanan juga dapat mengakibatkan kerugian yang relatif besar bagi pemerintah karena nilai unit perlengkapan pertahanan cukup tinggi. Saat ini, menurut Adnan, tingkat korupsi di sektor pertahanan Indonesia sangat tinggi. Sebagai negara yang memiliki sekitar 17.504 pulau, Indonesia dinilai belum memiliki kepolisian yang memadai, terutama di daerah perbatasan. Nelayan asing dari Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand kerap melanggar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan mengeksploitasi kekayaan laut di

  1. Harus membuat perencanaan stratetik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi instansi pemerintah
  2. Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen
  3. Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara
  4. Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat
  5. Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional
  6. Strategi Detektif Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi. Strategi detektif dapat dilakukan dengan :
  1. Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat ;
  2. Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu
  3. Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik
  4. Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di masyarakat internasional
  5. Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional
  6. Peningkatan kemampuan APFP/SPI dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.
  1. Strategi Represif Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. strategi represif dijelaskan dengan:
  1. Pembentukan badan/panitia antikorupsi.
  2. Penyelidikan, Penuntutan, Pengadilan, dan Penghukuman Pelaku Korupsi Besar.
  3. Menentukan prioritas jenis atau kelompok korupsi diberantas
  4. Penerapan konsep pembuktian terbalik.
  5. Investigasi dan evaluasi proses penanganan kasus korupsi dalam sistem peradilan pidana berkelanjutan.
  1. Pengembangan sistem pemantauan tindak pidana korupsi secara terpadu
  2. Publikasi kasus korupsi dan analisisnya.
  3. Reorganisasi hubungan antara tugas detektif dan standar praktik Korupsi Penyidik Negara, PPNS dan Kejaksaan.

4. Landasan Hukum Tindak Korupsi

  1. UU No. 3 tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-undang tersebut diberlakukan pada masa Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Suharto. UU no. 3 tahun 1971 menjatuhkan pidana penjara paling lama seumur hidup dan denda paling banyak Rp30 juta untuk semua tindak pidana korupsi. Korupsi, kolusi, dan nepotisme masih merajalela pada masa itu, meskipun undang-undang memiliki definisi yang jelas tentang korupsi, merusak keuangan pemerintah untuk kepentingan sendiri dan orang lain. , undang-undang anti korupsi bermunculan dengan berbagai perbaikan di sana-sini di pemerintahan.
  2. Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN Pasca runtuhnya rezim Orde Baru yang digantikan oleh Era Reformasi, lahirlah Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara negara yang Bersih dan Bebas KKN. Sejalan dengan Ketetapan MPR, pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid telah membentuk lembaga nasional berikut untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi:  Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Panitia Ombudsman Nasional, Komisi Penyelidik Barang Milik Penyelenggara Negara, dan beberapa lainnya.  TAP MPR menekankan kebutuhan hati nurani rakyat untuk keberhasilan reformasi pembangunan, termasuk pelaksanaan fungsi dan tugas ketatanegaraan yang baik dan bertanggung jawab tanpa korupsi.

penegakan hukum. Masyarakat juga menerima penghargaan dari pemerintah atas partisipasinya yang diatur dalam peraturan ini.

5. Meningkatkan Kesadaran Anti Korupsi Bagi Generasi Muda

Di Indonesia, peran generasi muda dalam perubahan dapat ditelusuri dalam sejarah kehidupan bangsa Indonesia sendiri baik itu di era penjajahan maupun di era kemerdekaan. Ada banyak gerakan gerakan pemuda yang mewarnai perjalanan sejarah Indonesia yang sebagian besar menunjukkan arah menuju perubahan. Dimasa penjajahan atau sebelum kemerdekaan, ada gerakan pemuda yang menghantarkan pemuda Indonesia untuk melakukan sumpah pemuda yang melibatkan berbagai pemuda dari seluruh Indonesia. Pemuda memiliki suatu potensi sebagai agen perubahan atau agent of change. Potensi agent of change ini terlihat dalam idealisme dan integritas murni dari generasi muda dalam menyikapi permasalahan-permasalahan sosial. Potensi agent of change menjadikan generasi muda selalu diyakini sebagai asset bangsa. Hal serupa juga diyakini oleh Abraham Samad yang melihat potensi generasi muda dalam pencegahan korupsi. Agent of change dalam pencegahan korupsi amatlah penting untuk ditelusuri. Dengan menyadari perannya tersebut. maka diharapkan ada keinginan untuk mencegah korupsi agar tidak terjadi lagi di masa mendatang.

6. Nilai-nilai Integritas Korupsi

a. Berani Berani adalah tidak takut menghadapi bahaya atau kesulitan. Yaitu Orang yang berani memiliki rasa percaya diri yang besar, pantang mundur. Keberanian diperlukan untuk mencegah korupsi dan melaporkan tindak pidana korupsi ke aparat atau melaporkan tindak pidana korupsi karena dia yakin bahwa itu adalah tindakan yang benar dan korupsi adalah kejahatan.

b. Peduli kepedulian berarti sikap memperhatikan kondisi sekitar dan orang lain. Peduli berarti kita mengasihi dan memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin dikasihi atau diperlakukan. c. Adil Adil juga bisa diartikan berpihak kepada yang benar, atau berpegang pada kebenaran. Sehingga penilaian, kesaksian dan keputusan hukum hendaknya berdasar pada kebenaran walaupun kepada diri sendiri. Sikap ini pada akhirnya akan mencegah konflik kepentingan yang menjadi salah satu cikal bakal korupsi. d. Mandiri kemandirian merupakan hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Misalnya seseorang yang bercita-cita menjadi ekonom mulai sekarang belajar dengan sungguh-sungguh mengenai masalah ekonomi, tidak berleha-leha. e. Kerja Keras Kerja keras adalah kegiatan yang dikerjakan secara sungguh-sungguh tanpa mengenal lelah atau berhenti sebelum target kerja tercapai dan selalu mengutamakan atau memperhatikan kepuasan hasil pada setiap kegiatan yang dilakukan. Seseorang yang bekerja keras tidak bersifat malas dan mengeluh terhadap suatu pekerjaan karena akan mempengaruhi etos kerja yang sudah dibangun. f. Sederhana Berbeda dengan kemiskinan, kesederhanaan adalah sebuah pilihan, keputusan untuk menjalani hidup yang berfokus pada apa yang benar-benar berarti. Sederhana juga berarti hidup secara wajar. Artinya, seseorang mampu menggunakan hartanya sesuai kebutuhan yang ada, tidak menghamburkan uang untuk sesuatu yang tidak penting. Korupsi salah satunya dipicu oleh hidup mewah yang berlebihan dan tidak sesuai dengan besaran gajinya. Kesederhanaan akan membuat seseorang menjauhi korupsi.

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Kerugian yang dialami negara akibat perilaku korupsi sangat meresahkaan, baik secara keuangan maupun pembangunan nasional. Selain itu, korupsi juga menciptakan rantai kemiskinan secara terus-menerus yang dimana hal tersebut ditanggung oleh masyarakat. Hal ini membukti bahwa hukuman yang diberikan kepada para koruptor harus hukuman yang seberat-beratnya agar ada efek jera dan pembelajaran bagi pejabat yang mempunyai keinginan untuk korupsi.

B. Saran

Setelah melihat perkembangan korupsi di Indonesia serta fakta implementasi dari perturan perundang-undangan tentang korupsi, maka penulis memunculkan saran- saran sebagai berikut:

  1. Pemberantasan dan pencegahan korupsi haruslah dilakukan dari atas dan menyeluruh baik dari provinsi, kabupaten dan kota secara konsisten dari para penyelenggara negara;
  2. Pemberantasan tindak pidana korupsi harus tetap berpegang pada Undang- undang korupsi yang telah berlaku dengan mengedepankan pertanggung jawaban pidana terlebih dahulu kemudian pertanggung jawaban secara perdata.
  3. Peraturan perundang-undangan pemberantasan korupsi yang jelas dengan sanksi yang dapat menimbulkan kejeraan serta proses peradilan yang cepat dan transparan.
  4. Kesadaran diri kelompok pemerintah yang diberi tanggung jawab agar tidak melakukan korupsi.
  1. Upaya pemberantasan korupsi yang harus dilaporkan segera dan tidak ada ditutup-tutupi dan perlindungan kepada sang pelapor agar tidak terjadi diskriminasi terhadap sang pelapor.

DAFTAR PUSTAKA