Docsity
Docsity

Prepare for your exams
Prepare for your exams

Study with the several resources on Docsity


Earn points to download
Earn points to download

Earn points by helping other students or get them with a premium plan


Guidelines and tips
Guidelines and tips

bahan mata kuliah filsafat gabungan, Exams of Market economy

bahan pak afashudin dan pak faisal

Typology: Exams

2016/2017

Uploaded on 04/04/2017

mahyi-saputra
mahyi-saputra 🇬🇧

3 documents

1 / 12

Toggle sidebar

This page cannot be seen from the preview

Don't miss anything!

bg1
FILSAFAT
Filsafat merupakan pemikiran secara sistimatis. Kegiatan kefisafatan ialah merenung
(comtempolation), bukan melamun.
Perenungan kefilsafatan ialah pecobaan untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional,
yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup. Perenungan kefilsafatan dapat
dipandang sebagai pertentangan diantara alaternatif 2 yang masing 2 berpegang pada unsur atau
segi yang penting, dan kemudian mencoba untuk mengujikan pada pengalaman, kenyataan
empirik, dan akal (Kattsoff:6)
Ciri-ciri Pikiran kefilsafatan
1. Adanya bagan konseptional:
Konsepsi (rencana kerja) merupakan hasil generalisasi serta abstraksi dari pengalaman tentang
hal-hal serta proses-proses satu demi satu. Diantara proses (yang dipikirkan) itu ialah si pemikir
itu sendiri, yakni manusia: sadarnya manusia mengenai dirinya sendiri sebagai pemikir, dan
menjadi kritisnya manusia terhadap dirinya sendiri sebagai pemikir didalam dunia yang
dipikirkannya. Konsekwensinya, seorang filsuf tidak hanya membicarakan dunia yang ada
disekitarnya dan dunia dalam dirinya sendiri, tetapi juga ia berusaha menemukan kaedah-kaedah
berfikir itu sendiri. Bila kita menyimpulkan sesuatu maka bagaimana cara dan mengapa kita
menyimpulkan demikian
2. Saling ada hubungan antarjawaban kefilsafatan
Usaha untuk menjawab pertanyaan yang satu maka hal tersebut akan terkait dengan pertanyaan 2
yang lainnya.
Misalnya: apa yang dikatakan kebajikan, maka orang harus menemukan apa yang dikatakan
dengan kemedekaan kehendak, yang mau tidak mau membawa kita kepada pertanyaan tentang
susunan dunia tempat kita hidup
3. Sistem Filsafat harus bersifat koheren
Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu bagan yang koheren (konsisten), yang
konsepsional. Misalnya: suatu penyataan itu benar, dan kemudian menyatakan bahwa pernyataan
yang bertentangan dengan penyataan di atas juga benar. Dalam hal yang demikian, sebenarnya
tidak mungki ada perenungan atau pembicaraan, karena tidak mungkin kita berbicara dengan
seseorang yang tidak berpegang kepada pernyataan tunggal , melainkan berubah-rubah tanpa ada
bahan bukti.
4. Filsafat Merupakan pemikiran secara rasional
Bagan konsepsional yang bersifat rasional yang bahagian-bahagiannya secara logis berhubungan.
Mis: Seorang filsuf abad ke 17 yang sangat terkenal, yakni Spinoza, mencoba tidak hanya
menetapkan sistemnya secara rasional, melainkan menyusunnya didalam bentuk sistem yang
deduktif. Ia menulis karangan Etika, dibuktikan secara ilmu ukur (1677). Bila kita meneliti karya
ini, akan ternyata bahwa Spinoza mulai dengan suatu perangkat depinisi, lalu ia mengajukan
sejumlah aksioma, dan selanjutnya menyimulkan sejumlah besar teorema dari aksioma-aksioma
tersebut.
5. Bersifat menyeluruh
Bagan yang memadai jika memuat penjelasan tentang semua gejala, tidak sesuatupun yang
berada diluar jangkauan.
Mis: sistem yang dibuat Descartes
KESESATAN
1. RASIONALITAS KESESATAN
Mis:
Berkali-kali dalam peristiwa penodongan atau perampokan ada oknum baju hijau yang terlibat.
Ini faktanya, dari pihak pemerintah terdengar himbauan agar orang jangan menyipulkan bahwa
1
pf3
pf4
pf5
pf8
pf9
pfa

Partial preview of the text

Download bahan mata kuliah filsafat gabungan and more Exams Market economy in PDF only on Docsity!

FILSAFAT

Filsafat merupakan pemikiran secara sistimatis. Kegiatan kefisafatan ialah merenung (comtempolation), bukan melamun.

Perenungan kefilsafatan ialah pecobaan untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional, yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup. Perenungan kefilsafatan dapat dipandang sebagai pertentangan diantara alaternatif 2 yang masing 2 berpegang pada unsur atau segi yang penting, dan kemudian mencoba untuk mengujikan pada pengalaman, kenyataan empirik, dan akal (Kattsoff:6)

Ciri-ciri Pikiran kefilsafatan

  1. Adanya bagan konseptional: Konsepsi (rencana kerja) merupakan hasil generalisasi serta abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses satu demi satu. Diantara proses (yang dipikirkan) itu ialah si pemikir itu sendiri, yakni manusia: sadarnya manusia mengenai dirinya sendiri sebagai pemikir, dan menjadi kritisnya manusia terhadap dirinya sendiri sebagai pemikir didalam dunia yang dipikirkannya. Konsekwensinya, seorang filsuf tidak hanya membicarakan dunia yang ada disekitarnya dan dunia dalam dirinya sendiri, tetapi juga ia berusaha menemukan kaedah-kaedah berfikir itu sendiri. Bila kita menyimpulkan sesuatu maka bagaimana cara dan mengapa kita menyimpulkan demikian
  2. Saling ada hubungan antarjawaban kefilsafatan Usaha untuk menjawab pertanyaan yang satu maka hal tersebut akan terkait dengan pertanyaan 2 yang lainnya. Misalnya: apa yang dikatakan kebajikan, maka orang harus menemukan apa yang dikatakan dengan kemedekaan kehendak, yang mau tidak mau membawa kita kepada pertanyaan tentang susunan dunia tempat kita hidup
  3. Sistem Filsafat harus bersifat koheren Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu bagan yang koheren (konsisten), yang konsepsional. Misalnya: suatu penyataan itu benar, dan kemudian menyatakan bahwa pernyataan yang bertentangan dengan penyataan di atas juga benar. Dalam hal yang demikian, sebenarnya tidak mungki ada perenungan atau pembicaraan, karena tidak mungkin kita berbicara dengan seseorang yang tidak berpegang kepada pernyataan tunggal , melainkan berubah-rubah tanpa ada bahan bukti.
  4. (^) Filsafat Merupakan pemikiran secara rasional Bagan konsepsional yang bersifat rasional yang bahagian-bahagiannya secara logis berhubungan. Mis: Seorang filsuf abad ke 17 yang sangat terkenal, yakni Spinoza, mencoba tidak hanya menetapkan sistemnya secara rasional, melainkan menyusunnya didalam bentuk sistem yang deduktif. Ia menulis karangan Etika, dibuktikan secara ilmu ukur (1677). Bila kita meneliti karya ini, akan ternyata bahwa Spinoza mulai dengan suatu perangkat depinisi, lalu ia mengajukan sejumlah aksioma, dan selanjutnya menyimulkan sejumlah besar teorema dari aksioma-aksioma tersebut.
  5. Bersifat menyeluruh Bagan yang memadai jika memuat penjelasan tentang semua gejala, tidak sesuatupun yang berada diluar jangkauan. Mis: sistem yang dibuat Descartes

KESESATAN

1. RASIONALITAS KESESATAN

Mis: Berkali-kali dalam peristiwa penodongan atau perampokan ada oknum baju hijau yang terlibat. Ini faktanya, dari pihak pemerintah terdengar himbauan agar orang jangan menyipulkan bahwa

tentara itu terdiri atas perampok dan penodong. Penalaran seperti ini sesat dan tidak sahih. Bentuknya entimema.

Penalaran itu tidak sahih, karena premisnya. Penalaran pihak pemerintah jika disusun silogisma formal sbb:

  • Apa yang berlaku untuk anggota kelompok, tidak dapat diterapkan untuk kelompok seluruhnya
  • Oknum baju hijau yang ikut menodong dan merampok itu adalah anggota sesuatu kelompok.
  • Jadi: Menodong dan merampok tidak dapat diterapkan untuk kelompok seluruhnya, dalam hal ini tentera.
  • Mayor penalaran di atas adalah hukum logika mengenai term kolektif. Jadi penalarannya berdasarkan implikasi logis. Kesesatannya adalah komposisi dan divisi
  • Akan tetapi juga dapat dipilih mayor yang berbeda sbb:
  • Apa yang terjadi beberapa kali (dapat diharapkan) akan selalu terjadi. Beberapa kali oknum partai korupsi. Dpt disimpulkan (dpt diharapkan) oknum partai akan selalu korupsi.
  • Meskipun konklusinya berlawanan dgn yang pertama, penalaran inipun adalah sahih. Akan tetapi mayornya bukan hukum logika, tetapi mayornya diketahui berdasarkan data empirik, seperti kalau kita katakan semua logam kalau dipanasi ia memuai. Dasarnya adalah krn sejumlah kali terbukti bahwa logam yang dipanasi itu memuai. Jadi dasar penalarannya adalah implikasi empirik atau kausalitas
  • Penalaran deduktif yang berdasarkan implikasi kausal juga dpt disusun sebagai induksi. Penalaran di atas dlm bentuk induksi menjadi demikian:
  • Anggota Partai politik A didapati korupsi
  • Anggota Partai politik B didapati korupsi
  • Jadi: Anggota Partai politik C, D, E dst korupsi
  • Penalaran di atas adalah generalisasi induksi biasa. Konklusi kedua penalaran di atas berbeda nilai rasionalitasnya., yakni: Kesimpulan suatu deduksi adalah kepastian, sedangkan kesimpulan induksi adalah probabilitas atau peluang.
  • Contoh lain
  • Dalam suatu pemilihan umum orang memilih partai tertentu atas dasar persetujuan dengan prinsip dan program partai bersangkutan. Ini suatu konsensus politik. Jadi diantara pilihan seseorang dan dasarnya ada implikasi definisional. Kalau seseorang memilih suatu partai krn takut dipecat, maka ini suatu penalaran yang sesat, suatu ignoratio elenchi.
  • Kesesatan itu dapat menjadi penalaran yang sahih kalau kita lihat atas dasar implikasi intentional. Silogismenya menjadi: Barang siapa tdk memilih partai X tentu dipecat dari pekerjaan (implikasi intentional) Saya tidak ingin dipecat dari pekerjaan Jadi: Saya memilih partai X
  • Dari contoh contoh di atas jelaslah bahwa penalaran yang sesat itu dpt sekali gus sahih atas dasar implikasi yang berlainnan, kalau bentuknya entimema.
  • Jadi kalau bentuknya suatu silogisme lengkap tidak mungkin ada perbedaan tafsiran mengenai implikasi dalam penalaran.

entimema

  • Dalam komunikasi sehari-hari orang biasanya tidak bersusah-susah memberi bentuk silogisme standar kepada argumentasinya. Banyak penalaran yang tidak semua unsur proposisinya dinyatakan secara ekplisit. Ini begitu biasa dalam komunikasi sehari-hari, sehingga argumentasi semacam itu sudah mendapt nama sejak zaman Yunani purba:, yakni entimema.
  • Entimema itu sebagai argumentasi hanya mempunyai arti kalau proposisi yang tidak dinyatakan itu sudah jelas. Jelas karena memang sudah jelas sendirinya (self evident) atau jelas karena pengetahuan umum, atau jelas dalam konteks komunikasi.

2. KESESATAN (FALLACIA/FALLACY)

  • Menurut Aristoles ada 13 kesesatan
  • (^) Ahli-ahli logika modern mengatakan lebih seratus kesesatan
  • Kesesatan dalam penalaran itu dapat terjadi karena yang sesat itu, karena sesuatu hal, maka kesesatan itu kelihatannya masuk akal.
  • Kalau orang mengemukakan sebuah penalaran yang sesat, dan ia sendiri tidak melihat kesesatan itu, maka penalaran itu disebut dengan paralogis. Kalau kesesatan itu dengan sengaja digunakan untuk menyesatkan orang lain maka disebut dengan Sofisme.

Klasifikasi Kesesatan

  1. Kesesatan Karena bahasa a. Kata-kata dalam bahasa mempunyai arti yang berbeda-beda, sesuai dengan kalimat. Beberapa kesesatan karena bahasa b. Kesesastan karena aksen atau tekanan Dalam ucapan tiap-tiap kata ada suku kata yang diberikan tekanan. Perubahan tekanan dapat membawa perubahan arti. Kurang perhatian terhadap tekanan dapat mengakibatkan perbedaan arti dan kesesatan penalaran Misal: Tiap pagi pasukan mengadakan apel Apel itu buah Jadi: Tiap pagi pasukan mengadakan buah

b. Kesesatan karena term ekuivok Term ekuivok itu term yang mempunyai lebih dari satu arti. Kalau dalam satu penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah term yang sama maka terjadilah kesesatan penalaran. Contoh: Sifat abadi adalah sifat Ilahi Adam adalah mahasiswa abadi Jadi: Adam adalah mahasiswa yang bersifat Ilahi

c. Kesesatan karena arti kiasan (metapora) Ada analogi antara arti kiasan dengan arti sebenarnya. Artinya, ada persamaan dan ada perbedaan. Kalau dalam suatu penalaran sebuah arti kiasan disamakan dengan arti sebenarnya atau sebaliknya, maka terjadilah kesesatan karena arti kiasan. Kesesasatan itu sering terjadi dalam lawak.

d. Kesesatan karena ampfiboli (amphibolia) Amfiboli terjadi kalau konstruksi sebuah kalimat itu sedemikian rupa, sehingga artinya menjadi bercabang. Contohnya: Mahasiswa yang duduk di atas meja yang paling depan.. Apa yang paling depan mahasiswanya atau mejanya? “The duke yet lives that Henry shall depose” (shakespeare: King Henry VI) Apakah the duke akan menjatuhkan raja Henry atau raja Henry yang akan menjatuhkan the duke. Kalau dalam sebuah penalaran kalimat amfibol itu didalam premis digunakan digunakan dalam arti yang satu, sedang didalam konklusi artinya berbeda, maka terjadilah kesesatan karena amfiboli. Dalam bahasa latin, nama kesesatan karena empat term tersebut disebut dgn quaterna terminorum

KESESATAN RELEVANSI

  • KESESATAN RELEVANSI, timbul kalau orang menurunkan suatu kongklusi yang tidak relevan dengan premisnya. Artinya, secara logis konklusi tidak terkandung atau tidak merupakan implikasi dari premisnya.misalnya; 1. Argumentum ad hominem Kesesatan ini terjadi jika kita berusaha agar orang menerima atau menolak sesuatu usul, tidak berdasarkan alasan penalaran, akan tetapi karena alasn yang berhubungan dengan kepentingan atau keadaan orang yang mengusulkan atau yang diusuli.

2. Argumentum ad verecundiam (Argumentum auctoritatis)

  • Kesesatan ini juga meneriman atau menolak sesuatu tidak berdasarkan nilai penalarannya, akan TETAPI orang yang mengemukakannya adalah orang yang berwibawa, dapat dipercaya, ahli. Secara logis, seharusnya orang tidak menggantungkan diri kepada pendapat orang lain yang dianggab ahli itu. Keahlian, kepandaian, atau kebaikan justru harus dibuktikan dengan penalaran yang tepat, tidak sebaliknya.Pepatah latin berbunyi, Tantum valet auctoritas, quantum valet argumentatio: nilai wibawa itu hanya setinggi nilai argumentasinya.
  • Mis: Orang menolak land reform, krn pembagian tanah itu sesuatu yang terlalu dituntut oleh komunis. Jadi alasannya: lan reform itu perbuatan orang komunis, dan perbuatan orang komunis itu jahat 3. Argumentum ad baculum
  • Baculum artinya tongkat. Kesesatan ini timbul kalau penerimaan atau penolakan suatu penalaran didasarkan atas adanya ancaman hukuman. Kalau tidak menyetujui, akan dihukum: dipenjarakan, dipukuli, dipersulit hidupnya.
  1. Argumentum ad Misericordiam
  • Adalah penalaran yang ditujukan untuk menimbulkan balas kasihan agar dpt diterima. Argumen yang demikian itu biasanya berhubungan dengan usaha agar sesuatu perbuatan dimaafkan. Sering dalam sebuah pengadilan seseorang terdakwa mengajukan argumen ini utk menimbulkan balas kasiha kepda hakim. Misalnya dengan mengingatkan hakim bahwa ia mempunyai istri dan anak-anak yang hidupnya tergantung padanya, istri sedang sakit keras dst 5. Argumentum ad populum
  • Argumentum ad populum ditujukan kepada ‘rakyat ‘, kepada suatu massa, pendengar orang banyak. Pembuktian sesuatu secara logis tidak dipentingkan. Yang diutamakan ialah menggugah perasaan massa pendengar, membangkitkan semangat atau membakar emosi pendengar agar menerima suatu konklusi tertentu. Suatu pembaharuan yang tidak disetujui bisa saja disebut sebagai ‘pertualangan yang tidak bertanggung jawab’ sedang keadaan lama yang hendak dipertahankan disebut ‘pembangunan yang mantap’. Sebaliknya, pembaharuan yang disetujui ‘menjadi kemajuan tehnik yang membuka sejarah baru’ sedangkan keadaan lama yang tidak disetujui menjadi ‘suatu yang sudah usang dan ketinggalan zaman’. Sering dipakai dalam kompanye politik, iklan, dan propaganda 6. Kesesatan non causa pro causa
  • Kesesatan non causa pro causa ini t sabetanerjadi jika kita menganggap sesuatu sebagai sebab, pada hal sebenarnya bukan sebab, atau bukan sebab yang lengkap. Misalnya, Adam ditodong dan dalam permulaan yang terjadi, adam kena sabet clurit si penodong, dan Adam meninggal dunia. Orang banyak dtng menolong, semua berkata bahwa Adam meninggal disebabkan oleh sabetan clurit penodong. Akan tetapi visum et repertum dokter menyatakan: Adam mempunyai penyakit jantung, dan kemungkinan besar ia meninggal karena serangan jantung. Luka sabetan clurit tdk mungkin menimbulkan kematian, akan tetapi agak pengumulan dengan penodong itu menaikan emosinya, sehingga serangan jantung
  • Kasus ADAM, serangan jantung merupakan kondisi memadai (sufficient condition), penyakit jantung merupakan kondisi mutlak (necessery condition), dan kondisi inilah yang menyebabkan Adam meninggal. Luka sabetan dan kenaikan emosi bukan yang menyebabkannnya meninggal. Kalau orang lain yang mengalami, ia tidak akan meninggal. Jadi orang banyak telah sesat dalam menarik konklusi.
  • Kesesatan ini memiliki nama lain: post hoc ergo propter hoc (sesudah itu, jadi karena itu) 7. Kesesatan Aksidensi
  • Kesesatan Aksidensi terjadi jika kita menerapkan prinsip atau pernyataan umum kepada peristiwa atau peristiwa-peristiwa tertentu yang karena keadaannya yang bersifat aksidental menyebabkan penerapan itu tidak cocok. Sifat atau kondisi yang aksidental

peraturan redistribusi seperti yang dibicarakan itu harus duterima, bukan sampah itu begini atau begitu.

11. Kesesatan karena pertanyaan yang komplek

  • Sebuah pertanyaan atau perintah, sering kali bukan pertanyaan tunggal, yang dapat dijawab dengan tepat dengan satu jawabab, meskipun pertanyaannya berbentuk pertanyaan tunggal.
  • Misalnya: Rumah itu terdiri dari bagian-bagian apa?
  • Jwb: atap, dinding, langit-langit dst. Pertanyaan tsb sebenarnya terdiri atas sejumlah pertanyaan. Demikian juga perintah utk menyebutkan jenis-jenis kalimat dapat dijawab: kalimat tanya atau kalimat berita, pasip atau aktif.
  • Kalau kita bertanya: JAM BERAPA kamu bangun ?. Pertanyaan tsb tidak kompleks karena terdiri atas lebih dari satu pertanyaan. Akan tetapi karena pertanyaan tersebut mengandung pernyataan didalamnya, yakni: bahwa kamu itu tadinya tidur.
  • Kalau ASEAN menuntut supaya Vietnam menarik mundur tenteranya dari Komboja, didalamnya terkandung pernyaataan bahwa tentera Vietnam telah memasuki Kamboya dengan tidak syah. 12. Argumentum ad ignorantiam
  • Argumentum ad ignorantiam adalah penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi atas dasar bahwa negasinya (Benar dan Salah) tidak terbukti salah, atau yang menyimpulkan bahwa sesuatu konklusi itu salah karena negasinya tidak terbukti benar.
  • Mis: Menyimpulkan bahwa tidak ada mukluk ‘badan halus’ karena adanya mukluk yang demikian itu tidak dapat kita lihat, sama saja dengan mengatakan bahwa dikepulauan Paskah tidak ada piramida karena kita tidak mengetahui adanya piramida itu disana. Kedua-duanya ada kesesatan Argumentum ad ignorantiam
  • Dalam peristiwa melemparkan dadu ada equiposibilitas mengenai hasil lemparannya. Ini disimpulkan kalau tidak ada sesuatu yang dapat diketahui yang menyebabkan equiposibilitas itu tidak ada. Artinya, sesuatu yang membuat lemparan itu cenderung mencapai hasil tertentu. Inipun sesuatu Argumentum ad ignorantiam

Logika Induktif

Induktif : Menarik kesimpulan berdasarkan pernyataan kusus atau berdasarkan data lapangan. Penalaran model Huxley (1825-1895) Seorang pembeli menemukan: Apel I keras dan hijau adalah masam Apel II keras dan hijau adalah masam Kesimpulan: Semua apel yang keras dan hijau adalah asam

Ciri-ciri induksi

  1. Premis-premis dari induksi ialah proposisi emperik yang langsung kembali kepada suatu observasi indera atau proposisi dasar (Basic statement). Basic statement: menunjuk kepada fakta, yaitu observasi yang dapat diuji kecocokannya dengan tanggkapan indera. Pikiran tidak dapat mempersoalkan benar- tidaknya fakta, akan tetapi hanya dapat menerimanya. Sekali indera mengatakan demikian, pikiran tinggal menerimanya.
  2. Konklusi penalaran induktif itu lebih luas dari apa yang dinyatakan didalam premis- premisnya. Premis-premis hanya menyatakan apel 1 dan 2 yang masam. Itulah yang diobservasi dan itulah yang dirumuskan didaam premis-premis itu. Kalau dikatakan bahwa juga apel yang ketiga juga asam, hal itu tidak didukung oleh premisi-premis penalaran. Pikiran tidak terikat untuk menerima kebenaran konlusi itu.
  3. Meskipun konklusi induksi itu tidak mengikat, namun manusia yang normal akan menerimanya, kecuali kalau ada alasan untuk menolaknya. Konklusi induksi ini memiliki kredibilitas rasional yang disebut dengan probabilitas.
  • Probabilitas Tidak mengandung nilai kebenaran yang pasti, akan tetapi hanya berupa probabilitas, suatu peluang
  • Probabilitas itu didukung dengan pengalaman, artinya konklusi induksi itu menurut pengalaman biasanya cocok dengan observasi indera, tidak mesti harus cocok. Kalau dasar observasi dianggap masih kurang kuat, konklusinya dapat disebut hipotesis

GENERALISASI INDUKIF

Prinsip yang menjadi dasar penalaran generalisasi itu adalah: “Apa yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu, dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi” Hasil penalaran generalisasi induktif itu sendiri disebut generalisasi. Generalisasi dalam arti ini berupa suatu proposisi universal, seperti semua logam yang dipanasi memuai.

Syarat generalisasi

1. Generalisasi harus tidak terbatas secara numerik. Misalnya dikatakan semua A

adalah B. Maka proposisi itu harus benar berapapunjumlah A

2. Generalisasi harus tidak terbatas secara spasio-temporal. Artinya, tidah boleh

terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi harus berlaku dimana dan kapan saja.

3. Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian, yang disebut dengan

contrary-to-facts conditional atau unfulfilled conditionals

  • Mis: fakta x, y, dan z bukan B
  • Ada generalisasi: semua A adalah B
  • Pengandaiannya: Andaikata x, y, dan z itu masing-masing sama dengan A atau dengan kata lain: Andaikata x, y, dan z itu masing-masing memenuhi kondisi A, maka pastilah x, y, dan z itu masing-masing sama dengan B
  • Jadi: generalisasi yang dapat dijadikan dasar untuk pengendalian seperti itulah kondisi yang memenuhi syarat

Bentuk generalisasi induktif

  • Dalam logika induktif, tidak ada konklusi yang mempunyai nilai kebenaran yang pasti, yang ada hanya konklusi dengan probabilitas rendah atau tinggi. Diupayakan probabilitas setinggi mungkin.
  • Misalnya:
  1. (^) Apel ini keras, hijau dan rasanya masam Kesimpulan: semua apel yang keras dan hijau rasanya masam
  2. Ada juga Apel yang keras, hijau, benjol dan rasanya masam

Kebenaran dari pada kebenaran konklusi ditentukan oleh faktor probabilitas berikut 1.Jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran induktif: makin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran induktif, makin tinggi probabilitas konklusinya, dan sebaliknya 2.Makin besar jumlah faktor analogi didalam premis, makin rendah probabilitas konklusinya dan sebaliknya. Analogi mempertinggi heterogenitas.

  1. Faktor probability ketiga adalah faktor disanalogi. Kaidahnya: makin besar jumlah faktor disanaloginya didalam premis, makin tinggi probabilitas konklusinya dan sebaliknya. Misalnya: -Apel 1 keras, hijau, kecil, benjol, dan rasanya masam -Apel 2 keras, hijau, kecil, benjol, dan rasanya masam - Apel 3 keras, hijau, kecil, benjol, dan rasanya masam Kes: semua apel keras, dan hijau rasanya masam -Apel 1 keras, kecil, benjol , dan rasanya masam -Apel 2 keras, hijau, besar , dan rasanya masam -Apel 3 keras, hijau, kecil , rasanya masam Kes: Semua apel keras, dan hijau rasanya masam
  • (^) Hubungan antara faktor analogi dan disanalogi itu secara umum adalah: populasi yang ditunjuk oleh generalisasi tidak boleh memiliki anggota yang tidak sesuai dengan adanya faktor analogi dan disanalogi didalam premis. Berdasarkan hubungan maka dapat

ekonomi sama seperti dunia fisika, adalah indah, teratur, harmoni, dan ”masyarakat manusia, bila kita pandang secara mendalam, tampak seperti mesin, gerakan-gerakannya begitu harmonis dan teratur telah menghasilkan ribuan efek yang dapat disepakiti” (W.Schneider, dalam Umar Chapra,2000:28).

  • Semenjak itu para ekonom telah ”dipengaruhi oleh layanan keagungan hukum-hukum fisika dan kadang-kadang mereka berharap akan melahirkan hukum hukum gerakan ekonomi sekokoh hukum hukum Newton” (Frank Hahn dan Martin Hollis, 1979 dalam (Umar Chapra,2000:28) 2. Assumsi Adam Smith tentang Self interest
  • Peranan self interest yang tak terbendung dibuat equivalen dalam masyarakat manusia dengan gaya grativikasi dalam alam. Seperti halnya grativikasi yang menimbulkan gerakan terkoordinasi diantara benda-benda planet, demikian pula dengan self interest, yang bertindak mengatur secara konstruktif gerakan-gerakan manusia dalam masyarakat (Milton L Myerr, dalam Umar Chapra, 2000:29).

SEBAB-AKIBAT

1.Sebab-akibat dasar induksi Sebab-akibat adalah suatu keadaan atau kejadian yang satu menimbulkan atau menjadikan keadaan atau kejadian yang lain. Dalam pengertian sebab-akibat maka terkandung:

  1. Yang pertama (Sebab) mendahului yang lain (akibat). Namun demikian tidak semua yang mendahului merupakan sebab. Seorang pasien yang mati disuntik, belum tentu kematiannya disebabkan suntikan
  2. Hubungan sebab-akibat merupakan hubungan yang intrinsik, suatu hubungan azasi, hubungan yang begitu rupa, sehingga kalau yang satu (sebab) ada/tidak ada , maka yang lain (akibat) juga pasti ada.
  • Adam smith berpendapat bahwa jika setiap individu dibiarkan memperturutkan self interestnya, maka tangan-tangan gaib (invisible hand) kekuatan-kekuatan pasar melalui batas-batas yang dibuat oleh proses kompetisi akan mendorong kepentingan masyarakat seluruhnya, sehingga me-nimbulkan keharmonisan antara ke pentingan individu dan umum (Adam Smith, Umar Chapra, 2000:29).
  • (^) Dengan demikian, kepentingan diri yang tak terhambat akan memenuhi kebutuhan- kebutuhan sosial. Konstribusi Adam Smith yang terbesar dalam ilmu ekonomi adalah kesakralan yang ia kalungkan pada self interest, sehingga memalingkan matanya dari perhatian-perhatian kearah moral dan tanggung jawab sosial individu terhadap konsekwensi-konsekwensi yang tidak di inginkan atau hasil sosial akhir dari aksinya (Umar Chapra,2000:29).
  1. Memiliki kaedah keseragaman Apabila sebabnya yang sama, maka akibatnya juga sama. Jadi dalam keadaan yang serupa ada hubungan sebab-akibat yang serupa. Dalam logika ‘sebab’ itu dipandang sebagai suatu syarat atau suatu kondisi yang merupakan dasar adanya atau terjadinya sesuatu, yaitu ‘akibat’ maka dibedakan dua macam kondisi, yaitu: kondisi mutlak ( necessery condition ) dan kondisi memadai (sufficient condition). necessery condition adalah sebab yang kalau tidak ada, maka akibatnya juga tidak ada. Ini berati bahwa akibat A hanya ada kalau ada sebab S. Atau A hanya kalau S. Jadi dari adanya akibat A dapat disimpulkan adanya akibat S. Kalau sebab S tidak ada maka akibat A tidak ada: ˜ S › ˜ A Ada akibat A: A Jadi ada sebab S : S
  • (^) Kondisi memadai ialah sebab yang kalau ada, akibatnya tentu ada. Kalau S maka A. Jadi dari adanya sebab disini dapat dismpulkan adanya akibat. S › A S

Maka : A

  • Sebuah pabrik petasan terbakar, karena bahan petasan terkena percikan api rokok, sehingga meledak dan menimbulkan kebakaran. Dalam contoh tersebut bahan petasan itu merupakan kondisi mutlak dari ledakan yang menimbulkan kebakaran. Tanpa adanya bahan peledak, tidak mungkin ada ledakan. Sebaliknya, kalau sesuatu meledak, mesti ada bahan peledak. Dari adanya ledakan dapat disimpulkan adanya bahan peledak.
  • Demikian juga perikan api disini merupakan kondisi mutlak, tanpa, yaitu zat yang bersuhu tinggi, tidak mungkin terjadi ledakan.
  • Baik bahan peledak maupun percikan api, secara sendiri-sendiri tidak cukup untuk menimbulkan ledakan. Baru kalau percikan api itu menyentuh bahan peledak, terjadilah suatu ledakan. Jadi peristiwa tersentuhnya bahan peledak oleh api, itulah kondisi yang memadai dari peristiwa itu.
  • Dari adanya ledakan, kita dapat menyimpulkan adanya bahan peledak dan adanya zat yang bersuhu tinggi (api). Sebaliknya, dari peristiwa tersentuhnya bahan peledak oleh api, kita dapat menyimpulkan adanya ledakan.
  • Disamping sebab yang merupakan kondisi mutlak dan kondisi memadai, ada sebab yang sekaligus merupakan kondisi mutlak dan memadai. Misalnya, lulus ujian penyaringan adalah syarat untuk diterima di universitas. Hal ini mengandung dua arti: 1.Lulus ujian adalah kondisi mutlak. Kalau diterima di universitas (akibat A), orang tentu lulus ujian penyaringan (sebab S). Jadi: A › S 2.Lulus ujian adalah kondisi memadai. Kalau orang lulus ujian (S) , maka ia tentu diterima di universitas. Jadi: S |› A

Logika

Logika ialah ilmu pengetahuan mengenai penyimpulan yang lurus (Kattsoff:28). Logika terdiri dari 4 bentuk: Logika traditional, Logika kategorik, Logika Simbolik, Logika Kuantifikasional, dan Induksi.

Logika traditional (Penalaran Langsung dan

Silogisme Kategorik )

I.Penalaran Langsung a.Proposisi katagorik standar: dari Aristolteles Penalaran Langsung: premisnya hanya terdiri dari satu proposisi saja. Kongklusi ditarik langsung dari proposisi yang satu itu dengan membandingkan subjek dan pradikatnya: (S:P atau sifat) Mis: -Kerbau (kata benda) itu (kopula) binatang (kata benda)

  • Semua yang beseragam adalah anggota kopri
    • Burung Bangau itu putih

b. Kualitas, Kuantitas dan Distribusi Kualitas: kualitas proposisi adalah ada tidaknya hubungan diantara S dengan P. Ada hubungan, maka proposisi afirmatif (S=P) Tdk ada hub, maka proposisi negatif (S≠P). Mis: Semua S adalah P. Semua kerbau (S) adalah binatang (P) Kuantitas: Kuantitas: Manusia itu bukan si ma’e atau sima’un, tetapi kumpulan individu yang memiliki ciri-ciri individu, yaitu ciri-ciri manusia. Kumpulan dari yang memiliki ciri yang sama disebut dengan kelas.

Distribusi (Sebaran)